kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45931,36   3,72   0.40%
  • EMAS1.320.000 -0,38%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

API: Faktor utama penghambat investasi EBT di Indonesia adalah masalah regulasi


Rabu, 03 Juni 2020 / 18:49 WIB
API: Faktor utama penghambat investasi EBT di Indonesia adalah masalah regulasi
ILUSTRASI. Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP)


Reporter: Dimas Andi | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Asosiasi Panas Bumi Indonesia (API) menilai, investasi di sektor energi baru terbarukan (EBT) khususnya panas bumi sejatinya masih bisa bertahan di tengah pandemi Corona. Namun, investor sangat membutuhkan kepastian regulasi untuk memudahkan investasi di sektor tersebut.

Sekadar catatan, tahun 2020 pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menargetkan investasi di sektor EBT sebesar US$ 2 miliar. Investasi tersebut diharapkan dapat mendongkrak kapasitas pembangkit EBT di Indonesia sebanyak 686 megawatt (MW) menjadi 10.843 MW di tahun ini.

Baca Juga: Target investasi EBT tahun 2020 terancam meleset karena corona dan masalah regulasi

Khusus di subsektor panas bumi, target penambahan kapasitas pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) mencapai 140,1 MW menjadi 2.270,7 MW di tahun ini.

Ketua Asosiasi Panasa Bumi Indonesia Priyandaru Effendi mengaku, proyek-proyek panas bumi yang ada sebenarnya tetap berjalan walau Indonesia sedang dihadapkan pada wabah Corona. “Intinya sekarang masih berjalan dengan penerapan protokol Covid-19 secara hati-hati,” kata dia, Rabu (3/6).

Menurutnya, pandemi Corona bukan menjadi hambatan bagi pemerintah dalam mencapai target investasi EBT di tahun 2020. Namun, target investasi tersebut akan sulit tercapai jika regulasi seperti Peraturan Presiden (Perpres) Feed in Tarif EBT tak kunjung diterbitkan. Regulasi ini yang akan menjadi kunci ketertarikan investor untuk mengembangkan pembangkit panas bumi di Indonesia.

Faktor ketiadaan Perpres tersebut pula yang membuat beberapa kali pemerintah gagal menyelesaikan lelang wilayah kerja (WK) panas bumi pada tahun lalu. “Regulasi yang sekarang tidak menarik dari segi harga, karena di Jawa yang demand energinya besar justru biaya pokok produksi (BPP)-nya rendah. Ini bisa terjadi karena di sana dikuasai oleh PLTU,” ungkap dia.

Baca Juga: Waduh, PLN batasi produksi listrik pembangkit EBT di Sumut

Pemerintah sebenarnya telah menerbitkan Permen ESDM No 4 Tahun 2020 sebagai perubahan kedua atas Permen ESDM No 50 Tahun 2017 tentang Pemanfaatan Sumber Energi Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik. Namun, tidak ada perubahan harga jual pembangkit EBT yang diatur dalam beleid terbaru itu.

Priyandaru menyampaikan, jika pemerintah bisa segera menyelesaikan masalah regulasi tersebut, maka peluang untuk menjaring investor EBT di masa pandemi menjadi lebih terbuka. “Banyak investor tertarik masuk ke sektor panas bumi, karena punya multiplier effect yang besar,” tandas dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×