kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45931,36   3,72   0.40%
  • EMAS1.320.000 -0,38%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Begini catatan pengamat soal wacana sentralisasi perizinan tambang di omnibus law


Selasa, 18 Februari 2020 / 19:22 WIB
Begini catatan pengamat soal wacana sentralisasi perizinan tambang di omnibus law
ILUSTRASI. UU Cipta Kerja (omnibus law) memantik kontroversi. REUTERS/Jim Urquhart/File Photo


Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Revisi UU Nomor 4 Tahun 2009 alias UU Mineral dan Batubara (Minerba) di dalam Rancangan UU Cipta Kerja (omnibus law) memantik kontroversi. Salah satu wacana yang menjadi sorotan ialah soal pengalihan kewenangan pemerintah daerah (Pemda) ke pemerintah pusat dalam perizinan dan pengelolaan tambang.

Terkait hal ini, Direktur Center for Indonesian Resources Strategic (CIRUS) Budi Santoso mengatakan bahwa perizinan dan pengelolaan tambang tidak dapat seluruhnya desentralisasi ke pemerintah pusat. Kendati begitu, desentralisasi yang ada saat ini mesti dievaluasi.

Baca Juga: Wacana sentralisasi perizanan tambang, semua kewenangan daerah diambil alih pusat?

Budi menilai, pemerintah seharusnya membuat dulu klasifikasi, mana saja barang tambang yang tergolong vital dan strategis. Menurutnya, hal itu dibutuhkan untuk memetakan barang tambang mana saja yang akan dikelola sebagai sumber energi, dan yang akan diolah untuk bahan baku industri.

Budi mengatakan, ada beberapa barang tambang yang mempengaruhi hajat hidup orang banyak seperti batubara, nikel, besi, tembaga dan aluminium. "Yang masuk dalam vital dan strategis harus perizinan pusat karena berkaitan dengan kepentingan negara dan nasional yang lebih besar," kata Budi kepada Kontan.co.id, Selasa (18/2).

Dengan sentralisasi, imbuhnya, pengawasan dan pengelolaan akan lebih efektif. Selain itu, pengaturan tingkat produksi dapat lebih terkontrol dan disesuaikan dengan rencana strategis nasional.




TERBARU

[X]
×