kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.347.000 0,15%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Begini pandangan pengamat bisnis Universitas Binus terkait PHK di perusahan rintisan


Rabu, 24 Juni 2020 / 21:48 WIB
Begini pandangan pengamat bisnis Universitas Binus terkait PHK di perusahan rintisan
ILUSTRASI. Kantor Pusat GO-JEK di Blok M, Jakarta Selatan, Rabu (15/8). KONTAN/Baihaki/15/8/2018


Reporter: Amalia Nur Fitri | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pengamat bisnis dan manajemen dari Universitas Bina Nusantara, Daniel Saputra mengatakan pemutusan hubungan kerja (PHK) yang terjadi di Gojek Indonesia terjadi karena faktor eksternal, COVID-19.

Hal tersebut, dinilai wajar dan logis oleh Daniel sebab lini bisnis yang terkena imbas mayoritas memerlukan kontak fisik seperti layanan pijat, GoMassage, layanan rias GoGlam. Sedangkan layanan GoClean, menurut Daniel, saat ini sudah bisa dilakukan sendiri oleh orang lain.

Baca Juga: Sepinya permintaan segmen Golife jadi alasan Gojek PHK karyawannya

"Berbeda dengan kasus Bukalapak, misalnya. Perusahaan tersebut pernah mengalami kebocoran data pelanggan dan keluhan atas sistem pelayanannya. Sehingga penyebabnya lebih bersifat internal. Kebocoran data pelanggan ini pula terjadi di Tokopedia. Hal ini yang menyebabkan, Shopee menjadi lebih kuat karena memiliki sistem security lebih baik, dengan kata lain manajemen internal mereka lebih baik. Terbukti Shopee paling banyak dipakai pelanggan," jelasnya saat dihubungi Kontan.co.id, Rabu (24/6).

Daniel melanjutkan, apa yang menimpa Gojek Indonesia, sama seperti apa yang menimpa Hero Group yang menutup sebagian jaringan gerai Giant dan Hero department store karena faktor eksternal berupa kehadiran bisnis digital. Namun, di saat yang sama Hero Group berhasil menguatkan lini bisnis IKEA.

Dengan demikian, Daniel berkata perusahaan berbasis digital perlu melihat kembali laporan keuangannya dan memotong pengeluaran yang tidak perlu. Daniel berkata, perusahaan berbasis digital saat ini perlu meminimalisir kontak fisik dan mobilitas dengan pelanggan saat melakukan pelayanan. Sebab, ketakutan atas virus COVID-19 masih dirasakan masyarakat.

"Lalu langkah lainnya adalah memasang target pendek yakni 6 bulan ke depan maksimal 1 tahun. Sebab, kondisi pandemi ini sangat dinamis dan efek domino virus masih banyak, mulai dari resesi ekonomi, kehadiran virus baru, hingga trauma. Hal itu yang harus cepat ditanggapi dan disesuaikan oleh perusahaan," katanya.

Baca Juga: Begini kata CEO Mandiri Capital Indonesia soal PHK yang dilakukan Gojek Indonesia

Selanjutnya, Daniel berkata agar perusahaan rintisan berbasis digital mengatur kembali aliran cash dan memotong pembiayaan yang tidak perlu. Setidaknya, menurunkan biaya satu derajat dari pengeluaran sebelumnya. Lalu, bagi perusahaan yang terdampak COVID-19, perlu memikirkan pula pencarian pendapatan atau alternatif lain melalui pivot strategy.

"Pivot strategy adalah bagaimana perusahaan mencari pemasukan dari lini bisnis lain, karena pemasukan utama terganggu. Misalnya bagi Traveloka yang sangat terdampak dan juga pernah PHK karyawan, perlu mencari pendapatan lain karena perjalanan wisata sangat sulit di masa pandemi ini," pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×