kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45924,22   -11,30   -1.21%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Bentuk insentif pemerintah pada industri CPO terbatas pada penghapusan bea ekspor


Selasa, 11 Desember 2018 / 15:43 WIB
Bentuk insentif pemerintah pada industri CPO terbatas pada penghapusan bea ekspor
ILUSTRASI. Panen kelapa sawit


Reporter: Kiki Safitri | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Belum lama ini pemerintah memberikan penghapusan pungutan ekspor pada produk minyak kelapa sawit / Crude Palm Oil (CPO). Hal ini berkontribusi pada perbaikan harga komoditas CPO saat ini, yakni US$ 875 per ton dimana sebelumnya pernah mencapai US$ 450 hingga US$ 430 per ton.

Ketua Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Fadhil Hasan menilai, hal ini bukanlah insentif, karena kebijakan dilakukan semata untuk menyelamatkan harga CPO yang anjlok di pasar global.

“Saya pikir, kalau untuk bea ekspor CPO di nol kan, itu ya mungkin lebih kepada supaya harga TBS nya bisa meningkat dan bukan insentif ekspor itu. Belum ada insentif itu saat ini, dan yang nol kan itu juga pada CPO-nya bukan pada produk turunannya,” kata Fadhil kepada Kontan.co.id, Selasa (11/12).

Fadhil menjelaskan bahwa harga TBS saat ini Rp 1.100 per kg, sebelumnya hanya Rp 800 hingga Rp 900 per kg. Fadhil menjelaskan bahwa selama ini pemerintah mendorong agar ekspor produk turunan CPO perlu digenjot lagi, namun sayangnya insentif hanya berlaku untuk CPO saja dan tidak untuk turunannya.

Menurut Profesor Riset Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Balitbang Pertanian Kementan Husein Sawit, kebijakan memberikan insentif seperti pemangkasan bea ekspor CPO hanyalah jangka pendek saja. Ia menilai, pemerintah seharusnya memberikan kebijakan yang bersifat jangka panjang.

“Kalau saya berpikir insentif itu perlu untuk jangka panjang. Jangka panjang itu adalah terfokus pada industri hilir, itu harus digiring dan yang lebih utama sebenarnya. Kalau ini kan hanya insentif jangka pendek,” ungkap Husein.

Husein menyebutkan bahwa saat ini industri hilir di Indonesia tidak terbangun dengan masksimal. Padahal Indonesia memiliki potensi yang besar. Ia lalu membandingkan negara-negara tetangga Malaysia, yang menurutnya memiliki industri hilir yang kuat, sehingga saat terjadi gejolak harga tidak terpengaruh.

“Kan selalu kita itu saat harga pasar global jatuh kita selalu kerepotan, tapi bukan disitu masalah CPO ini. industri hilir kita itu tidak terbangun dengan kuat, Kita kan ada oleochemical atau oleofood dan banyak sekali turunannya. Tapi kita enggak mengembangkan kesana sehingga enggak ada insentif ke sana,” ungkapnya.




TERBARU

[X]
×