kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.347.000 0,15%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Bisnis keramik masih kurang kinclong


Senin, 17 Juli 2017 / 10:35 WIB
Bisnis keramik masih kurang kinclong


Reporter: Agung Hidayat | Editor: Hendra Gunawan

JAKARTA. Industri keramik dalam negeri masih lesu. Selain permintaan yang mengalami penurunan, produsen keramik lokal juga harus menghadapi persaingan dengan serbuan keramik impor ke dalam negeri.

Direktur Jenderal Industri Kimia, Tekstil dan Aneka Kementerian Perindustrian Achmad Sigit Dwiwahjono menjelaskan, akibat terus melorotnya produksi keramik dalam negeri, peringkat industri keramik Indonesia juga memburuk. Jika semula posisi Indonesia adalah produsen keramik terbesar nomor empat dunia, kini  merosot ke posisi tujuh.

Karena itulah, Sigit yang dihubungi KONTAN, Minggu (16/7) pesimistis jika dalam jangka pendek ini, industri keramik Indonesia bisa bangkit lagi. Apalagi, ia melihat kecenderungan sektor industri ini mulai menahan diri dan tidak melakukan ekspansi kapasitas produksi di pabrik-pabrik mereka.

Karena itulah, pemerintah berupaya tidak tinggal diam menghadapi masalah industri ini. Pemerintah telah memiliki beberapa catatan   tentang industri keramik yang harus segera dibenahi.

Pertama, pemerintah memahami saat ini industri keramik menghadapi persoalan mahalnya harga gas, yakni di kisaran US$ 8 per million british thermal unit (mmbtu)-US$ 9 per mmbtu. Karena itu pemerintah akan mencarikan titik temunya.

Kedua, pemerintah melihat produk keramik impor masuk secara masif. Karena itu, kementerian perindustrian tengah berkoordinasi dengan Kementerian Perdagangan untuk membatasi impor produk keramik. Hanya saja ia belum merinci waktu dan jenis keramik yang akan dibendung.

Harapan naik

Menanggapi ini, Ketua Umum Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (Asaki) Elisa Sinaga menantikan tindakan ini sembari berharap ada kebangkitan penjualan kepada pengembang properti dan ritel pada semester II-2017.

Sebagai gambaran, porsi penjualan keramik dari ritel mencapai 75%, sedangkan penjualan ke pengembang properti sekitar 25%. "Kami harap proyek bisa cepat bergerak," kata Elisa.

Elisa khawatir jika kelesuan industri keramik ini terus berlanjut, produsen keramik akan menghentikan produksi dan beralih menjadi importir keramik. "Mungkin saja mereka telah mengalihkan usahanya secara total," ujar Elisa.

Sekretaris Perusahaan PT Mulia Industrindo Tbk (MLIA) Henry Bun mengakui pada semester I-2017 masih lesu lantaran daya beli masyarakat belum pulih. "Harapan kami semester ini properti membaik dan daya beli konsumen lebih baik," kata nya.

Sedangkan, analis Binaartha Parama Sekuritas Reza Priyambada menilai industri keramik dalam negeri masih menggantungkan pada sektor industri properti. "Seperti mal, perkantoran, rumah, apartemen dan sejenisnya," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×