kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

BPH Migas ingin kuota premium tak berkurang


Kamis, 08 Maret 2018 / 12:01 WIB
BPH Migas ingin kuota premium tak berkurang
ILUSTRASI. PENINGKATAN KEBUTUHAN BBM


Reporter: Febrina Ratna Iskana | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas (BPH Migas) menemukan kelangkaan bahan bakar minyak (BBM) jenis premium di daerah Sumatra dalam kurun waktu Januari sampai awal Maret ini. Oleh karena itu, BPH Migas meminta Pertamina turun tangan menemukan akar masalahnya dan mengatasinya.

Anggota Komite BPH Migas, Henry Ahmad mengatakan,  pemerintah telah menetapkan kuota premium di Luar Jawa, Madura dan Bali  atau BBM penugasan tahun ini 7,5 kiloliter (kl). Angka tersebut berkurang dari porsi kuota premium Luar  Jawa, Madura dan  Bali  di tahun lalu yang mencapai 12,5 juta kl.

Kuota premium pada tahun ini disesuaikan dengan realisasi kuota BBM penugasan tahun 2017 yang hanya berkisar 5 juta kl. Pertimbangannya, sudah banyak konsumen yang beralih ke pertalite.

Namun dengan berkurangnya kuota BBM penugasan, Henry menilai Pertamina berusaha mengurangi penyaluran premium agar kuota cukup hingga akhir tahun. "Kami sudah bicara ke Pertamina jangan sampai suplai dikurangi," ujar Henry dalam konfrensi pers di kantornya, Rabu (7/3).

Kata dia, indikasi suplai berkurang di lapangan ada dua situasi yang terjadi. Pertama, ada beberapa wilayah yang karena kekhawatiran tidak cukup sampai akhir tahun mereka berusaha mengurangi. Kedua, margin pertalite yang lebih besar dari margin premium. Ini menyebabkan pengusaha SPBU lebih memilih menyalurkan pertalite ketimbang premium.

Margin premium sebesar Rp 280 per liter dan pertalite sebesar Rp 400 per liter. Sebagian penyalur di lokasi tertentu melihat animo masyarakat beralih ke pertalite. "Maka, dia tidak menebus premium, dia minta pertalite. Disamping itu juga ada upaya Pertamina mengajak masyarakat  menggunakan BBM dengan oktan lebih tinggi," papar Henry.

Celakanya, harga pertalite di Riau lebih mahal dibandingkan di Sumatra Barat dan Sumatra Utara. Harga pertalite yang lebih mahal di Provinsi Riau ini terjadi lantaran penerapan pajak bahan bakar kendaraan bermotor (PBBKB) lebih tinggi, sekitar 10%.

Sementara provinsi tetangga hanya memungut 5%.  "Kami sudah bicara dengan Pemprov Riau dan sepakat mengevaluasi besaran PBBKB yang akan diterapkan untuk produk nonsubsidi, termasuk pertalite," jelasnya.

Dengan upaya tersebut, BPH Migas meminta Pertamina tetap menyalurkan premium sesuai kuota yang ditetapkan pemerintah. "Kami sudah bicara dengan Pertamina, mereka akan ke Pekanbaru untuk mengevaluasi kebijakan penyaluran premium di Pekanbaru," ujar dia.

Henry mengatakan, BPH Migas berprinsip Pertamina tidak boleh mengurangi kuota yang sudah ditetapkan masing-masing di kabupaten atau kota di Provinsi Riau. Kelangkaan juga terjadi di Lampung. "Pelaksana atau bagian operasional Pertamina di daerah tentunya harus sama dengan apa yang sudah diputuskan di pusat," imbuh Henry.

Anggota Komite BPH Migas, Muhammad Ibnu Fajar meminta, Pertamina tidak boleh menghilangkan penyaluran premium terutama di luar Jawa, Madura dan Bali. Pasalnya premium merupakan BBM penugasan yang telah ditetapkan pemerintah. "Karena  penugasan, premium tidak boleh dihilangkan. Ke depan kami minta badan usaha untuk melakukan sosialisasi, dan ini hukumnya wajib dilaksanakan," imbuh Ibnu.

Dia  menyebut BPH Migas akan terus melakukan pengawasan terhadap penyaluran BBM seperti tahun lalu. BPH Migas akan melibatkan Ditjen Migas, Kepolisian, Direktorat Meterologi, dan Kementerian Perdagangan dalam pengawasan penyaluran BBM. "Ini akan kami lakukan intensif dari laporan masyarakat, berita dari media, dan dengan sistem uji petik. BPH Migas juga memiliki Penyidik PNS (PPNS) yang memiliki otoritas melakukan penyidikan," tegas Ibnu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×