kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Di era new media, komunikasi melalui Influencer dinilai lebih relevan


Sabtu, 05 September 2020 / 15:54 WIB
Di era new media, komunikasi melalui Influencer dinilai lebih relevan
ILUSTRASI. JAKARTA,04/04-ILUSTRASI MEDIA SOSIAL. KONTAN/Fransiskus Simbolon/04/04/2019


Reporter: Yudho Winarto | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemanfaatan influencer yang dilakukan oleh pemerintah dinilai merupakan hal wajar dan lumrah di tengah perkembangan dunia digital dan juga pengaruh media sosial yang sangat besar.

Bahkan, penggunaan influencer, sejatinya sudah jauh digunakan sebelum media sosial hadir, yang dilakukan oleh para tokoh masyarakat untuk menyosialisasikan berbagai hal.

Sehingga, justru menjadi aneh jika pemerintah tidak menggunakan media sosial untuk menjelaskan program-programnya agar masyarakat tidak salah mengerti. Oleh sebab itu, media sosial hadir sebagai penyampai pesan. Juga, tidak tepat penilaian bahwa menggunakan influencer, komunikasi publik yang dimiliki pemerintah lemah.

Henri Subiakto, Staf Ahli Menteri Komunikasi dan Informatika, menyampaikan, penggunaan influencer atau opinion leader merupakan hal wajar

Baca Juga: Infina bantu hubungkan pelaku UMKM dan Influencer

“Di masyarakat itu kan ada masyarakat yang aktif yang pasif, mereka yang status sosial tinggi, biasa punya jaringan hubungan banyak, lebih produktif dan biasanya menjadi rujukan masyarakat yang pasif, makanya muncul opinion leader,” ujar Henri, dalam keterangannya Jumat (4/9).

Menurut Hendri, di era digital, semua orang berkomunikasi dan bisa menjadi penyampai pesan. Apalagi oleh tokoh publik dengan pengikut mencapai jutaan atau puluhan juta. Fakta baru itu, menjadi bukti bahwa ada ‘new media’ dan dapat digunakan untuk menyampaikan berbagai pesan ke publik.

“Mereka yang punya pengikut jutaan itu aset negara, mereka masyarakat juga,” ucap Hendri.  

Ia mencontohkan Raffi Ahmad yang memiliki 44 juta pengikut di Instagram, sehingga dipastikan memiliki pengaruh signifikan jika dibandingkan dengan misalkan media surat kabar alias koran di mana untuk mendapatkan pelanggan dua juta saja sudah sangat sulit ditemukan.

“Ketika ada seorang punya 40 juta pengikut, itu sudah melebihi media, “ ucapnya.

Menurut dia, influencer sangat berbeda dengan buzzer. Influencer memiliki rekam jejak, pengikut jelas, juga punya tanggung jawab moral. Sementara buzzer, hanya mengikuti arahan pemberi kerja. 

Karena itu, di era Covid-19, justru perlu lebih banyak influencer untuk menyampaikan pesan agar saling menjaga, terlebih ada 175 juta orang Indonesia yang butuh literasi digital. 

Agus Sudibyo, Anggota Dewan Pers menambahkan, penggunaan influencer tidak ada masalah secara hukum selama ada transparansi, dalam arti jelas dipesan oleh siapa dan kontennya juga sesuai. Kemudian, digunakan untuk isu-isu non kontroversial, lebih edukasi publik, seperti kampanye pencegahan Covid-19, dan tidak ada yang dirugikan. 

“Gunakan influencer silakan saja, bahkan sudah saatnya. Akan lebih baik bermain di isu publik, bukan kontroversi,” ucapnya. 

Baca Juga: ICW tuding Jokowi tak percaya diri karena gunakan jasa influencer, ini respons istana




TERBARU
Kontan Academy
Mastering Financial Analysis Training for First-Time Sales Supervisor/Manager 1-day Program

[X]
×