kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Dorong hilirisasi batubara, ESDM gaet Inalum kembangkan Coal Tar Pitch


Senin, 04 Februari 2019 / 14:29 WIB
Dorong hilirisasi batubara, ESDM gaet Inalum kembangkan Coal Tar Pitch


Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Badan Layanan Umum (BLU) pada Badan Penelitian dan Pengembangan Energi Sumber Daya Mineral (Litbang ESDM) segera menindaklanjuti nota kesepahaman yang telah ditandatangani bersama PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum), di Jakarta, pada Jum'at (1/2).

Kerja sama antar keduanya bertujuan untuk mendorong upaya hilirisasi sektor pertambangan, khususnya batubara.

Kepala Badan Litbang ESDM Sutijastoto mengungkapkan, PT Inalum dan BLU Puslitbang Teknologi Mineral dan Batubara (Tekmira) berkolaborasi dalam penelitian dan pengembangan pembuatan Coal Tar Pitch (CTP) dari ter hasil gasifikasi batubara.

"Sedangkan BLU Puslitbangtek KEBTKE (Ketenagalistrikan, Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi) akan memberikan dukungan teknis terhadap penyediaan energi," katanya melalui keterangan resminya, Senin (4/2).

Sutijastoto menjelaskan, CTP merupakan residu hasil distilasi tar sebagai produk samping dari proses pirolisis seperti proses pembuatan kokas (metallurgical coke) dan gasifikasi.

Kombinasi sifat kelengketan dan kadar karbon tinggi, membuatnya sangat ideal sebagai material perekat pada pembuatan anoda (elektroda penghantar listrik).

Beberapa tahun terakhir harga CTP dunia melonjak karena produsen kokas di Tiongkok mengurangi produksi kokas. Walau Indonesia adalah salah satu eksportir batubara terbesar di dunia, namun mayoritas batubaranya tipe non cooking yang tidak dapat diolah menjadi kokas metalurgi.

Saat ini, ketersediaan CTP di Indonesia sangat bergantung pada pertumbuhan industri baja, karena CTP merupakan produk samping pembuatan kokas (metallurgical coke) yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan baja pada peleburan baja.

Padahal, kebutuhan CTP dalam negeri terus meningkat dan fluktuasi nilai tukar rupiah telah menekan pertumbuhan industri aluminium Indonesia.

Namun, tanpa industri pembuatan kokas metalurgi, maka tidak ada produksi tar sebagai bahan dasar CTP, sehingga Indonesia membutuhkan bahan baku alternatif dalam pembuatan CTP selain dari pembuatan kokas.

Di sisi lain, PT Inalum juga berupaya mendapatkan tambahan energi listrik dari sumber EBT. Diharapkan dengan kerja sama antara BLU Puslitbangtek KEBTKE dan PT Inalum akan mendapatkan kajian pasokan listrik secara efisien dan ramah lingkungan.

Adapun, pada Jum'at (1/2), PT Inalum resmi membentuk lembaga riset dan inovasi, institut industri tambang dan mineral atau Mining and Minerals Industry Institute (MMII) sebagai salah satu upaya mempercepat pengembangan hilirisasi sektor pertambangan untuk menciptakan nilai tambah.

Selanjutnya MMII menjadi lembaga yang berfungsi untuk mendukung Inalum dan seluruh pemangku kepentingan di industri pertambangan dan mineral untuk mengembangkan teknologi, meningkatkan kompetensi sumber daya manusia, dan menyusun rekomendasi kebijakan pengelolaan pertambangan dan industri nasional yang berkelanjutan.

Direktur Utama Inalum Budi G. Sadikin, mengatakan MMII diharapkan dapat membantu mendorong dan mempercepat hilirisasi melalui sinergi dengan universitas dan lembaga riset baik di dalam maupun di luar negeri sehingga sektor tambang dan industri dapat memberikan nilai tambah dan kontribusi pada pertumbuhan ekonomi.

"MMII juga diharapkan dapat meningkatkan kemampuan sumber daya manusia di dunia pertambangan sehingga dapat mengelola industri tambang dengan lebih baik dan ramah lingkungan,” kata Budi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Mastering Financial Analysis Training for First-Time Sales Supervisor/Manager 1-day Program

[X]
×