kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Fasilitas GSP dari Amerika Serikat jadi angin segar bagi ekspor produk tekstil


Selasa, 03 November 2020 / 19:12 WIB
Fasilitas GSP dari Amerika Serikat jadi angin segar bagi ekspor produk tekstil
ILUSTRASI. Perpanjangan fasilitas GSP dari Amerika Serikat menjadi angin segar bagi ekspor produk tekstil.


Reporter: Agung Hidayat | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Keberadaan fasilitas Generalized System of Preference (GSP) dari Pemerintah Amerika Serikat (AS) untuk Indonesia akan menguntungkan bagi ekspor produk tekstil nasional. Apalagi selama ini pasar tekstil AS punya nilai yang besar.

Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) menyebutkan, ekspor tekstil ke AS sekitar 35% dari total ekspor nasional setiap tahunnya sehingga pasar AS sangat penting. Namun demikian, Redma Gita Wirawasta, Sekjen APSyFI beranggapan, fasilitas GSP yang diberikan sebenarnya belum terlalu signifikan.

"Fasilitas GSP yang diberikan untuk tekstil dan produk tekstil (TPT), menurut saya tidak terlalu signifikan karena lebih banyak diberikan untuk produk-produk yang tidak dikonsumsi secara besar. Meskipun cukup bermanfaat untuk beberapa produk," terangnya kepada Kontan.co.id, Selasa (3/11).

Jadi pengaruhnya, kata Redma, untuk ekspor tidak akan lebih dari 5% saja. Adapun jenis produk kain yang mendapatkan fasilitas GSP meliputi kain sutra, kain cotton yang dibuat dengan hand-loom, hand-loom karpet. Memang kebanyakan yang terkait dengan buatan tangan, sementara untuk produk tekstilnya kebanyakan sarung tangan dan produk kerajinan tangan, serta sedikit beberapa jenis pakaian wanita.

Baca Juga: GSP diperpanjang, Indonesia akan tawarkan LTD untuk tembus perdagangan US$ 60 miliar

Mengenai kebijakan perdagangan Pemerintah AS, menurut Redma, di produk tekstil saat ini tidak terlalu protektif. Walau demikian, produk Indonesia masing kalah dari beberapa negara produsen lainnya yang mempunyai perjanjian dagang seperti Meksiko dan Vietnam.

Negara-negara tersebut punya perjanjian dagang dengan bea masuk lebih rendah bahkan sebagian besar 0%. Namun seiring terjadinya perang dagang AS - China, terjadi proteksi barang-barang dari China secara besar-besaran.

Hal itu dapat menjadi peluang negara lain untuk mempenetrasi pasar AS, termasuk produk tekstil asal Indonesia. Redma menilai, kebijakan presiden AS saat ini Donald Trump pun sebenarnya sangat nasionalis yang berorientasi melindungi pasar domestik.

"Ini membuat upaya penetrasi pasar kita ke AS menjadi sempit. Maka fasilitas GSP yang diberikan pun dipilah khusus untuk produk-produk yang memang mereka perlukan dengan jumlah konsumsi domestik yang tidak terlalu besar," katanya. Bahkan saat ini ada upaya penerapan trade remedies untuk beberapa produk tekstil.

Kata Redma, pekan lalu, AS sedang menginisiasi penerapan anti dumping untuk benang tekstur polyester. Terciptanya dua kubu akibat pemilu di AS antara Trump dan Biden, menurut Redma, tidak akan memberikan dampak besar pada perubahan kebijakan perdagangan.

Ia melihat, dengan pasar domestik dan konsumsinya yang sangat besar serta neraca perdagangan defisit yang berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonominya ditambah dengan upaya pemulihan ekonomi akibat pandemi Covid-19, siapa pun Presiden AS terpilih sepertinya akan mengambil kebijakan yang sama. Meski ada kemungkinan kebijakan yang diambil Joe Biden jika ia menang tidak seketat Donald Trump.

Selanjutnya: Industri manufaktur melirik peluang dari fasilitas GSP Amerika Serikat

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×