kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

IESR: Akses terhadap energi menjadi hal yang penting dalam kehidupan masyarakat


Selasa, 28 Juli 2020 / 17:03 WIB
IESR: Akses terhadap energi menjadi hal yang penting dalam kehidupan masyarakat
ILUSTRASI. Penyambungan listrik. (Tribun Jateng/Hermawan Handaka)


Reporter: Dimas Andi | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Akses terhadap energi menjadi hal yang penting dalam kehidupan masyarakat sekaligus pembangunan negara. Apalagi, sudah menjadi fakta bahwa energi sudah menjadi kebutuhan primer yang harus bisa dipenuhi, baik dari sisi kuantitas maupun kualitas.

Direktur Eksekutif Insititute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa mengatakan, kebutuhan energi, terutama listrik, menjadi sangat penting dan tidak bisa terelakkan di masa sekarang. Sayangnya, masih banyak masyarakat yang belum bisa menjangkau akses energi lantaran ketersediaannya yang belum memadai.

Menurutnya, akses energi di Indonesia selama ini diukur dengan tersambung atau tidak tersambungnya energi, dalam hal ini disebut rasio elektrifikasi.

Baca Juga: Ada insentif dan pengaturan harga, ESDM: Perpres ini penting untuk pengembangan EBT

Padahal, definisi akses energi perlu menjelaskan apa yang bisa diberikan oleh energi. Di antaranya mencakup aspek kualitas, keandalan, kecukupan, keterjangkauan, penerimaan masyarakat, kelayakan lingkungan, hingga manfaat sosial ekonomi berganda.

“Energi sangat berkaitan dengan kesejahteraan dan kesejahteraan tercipta jika energi bisa dimanfaatkan untuk kegiatan produktif,” ungkap dia dalam diskusi virtual, Selasa (28/7).

Bank Dunia pun sudah mengembangkan model pengukuran akses energi berdasarkan parameter multi-tier framework. Model ini menghasilkan klasifikasi akses energi yang terdiri dari Tier 0 sampai Tier 5. Intinya, semakin besar Tier tersebut, maka semakin banyak durasi ketersediaan listrik dan jumlah aktivitas yang bisa dilakukan dengan memanfaatkan energi listrik ini.

IESR pun pernah melakukan studi akses energi di Nusa Tenggara Barat (NTB) dan Nusa Tenggara Timur (NTT) dengan menggunakan model tersebut. Hasilnya, mayoritas akses energi di NTB berada di Tier 1 dan Tier 2 masing-masing sebesar 43,4% dan 42,2%. Begitu pula di NTT yang mayoritas wilayahnya memiliki akses energi Tier 1 di level 75%.

Artinya, sebagian besar listrik di kedua provinsi tadi tidak tersedia selama 24 jam dan kapasitasnya terbatas untuk alat elektronik berdaya rendah. “Akses listrik Indonesia sudah bisa menjangkau daerah terpencil, tapi tidak semua orang mendapatkan akses listrik dengan kualitas yang sama,” papar Fabby.

Baca Juga: Beri kompensasi untuk eksplorasi panas bumi, pemerintah bakal bentuk tim teknis

IESR juga mencatat, akses listrik untuk kawasan timur Indonesia secara historis selalu lebih rendah dibandingkan kawasan barat Indonesia. Memang, dalam tiga tahun terakhir, rasio elektrifikasi di kawasan timur Indonesia meningkat pesat yang disebabkan oleh kontribusi program pra elektrifikasi. Namun, hal itu belum cukup jika tidak diimbangi oleh kualitas akses energi yang memadai.

Makanya, Fabby berharap adanya perubahan paradigma penyediaan akses energi dari pemerintah maupun stakeholder terkait yang tercermin dalam rencana pembangunan dan rencana penyediaan energi. “Jadi, tidak hanya 100% elektrifikasi, tapi apa manfaat akses energi tersebut bagi kesejahteraan manusia,” jelas dia.  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP) Negosiasi & Mediasi Penagihan yang Efektif Guna Menangani Kredit / Piutang Macet

[X]
×