kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Industri hasil tembakau minta dilibatkan dalam pembahasan revisi PP 109 tahun 2012


Rabu, 13 November 2019 / 15:33 WIB
Industri hasil tembakau minta dilibatkan dalam pembahasan revisi PP 109 tahun 2012
ILUSTRASI. Seorang pekerja menghisap tokok di Solo, Jawa Tengah (11/8/2016). Industri hasil tembakau minta pembahasan revisi PP 109 tahun 2012 distop karena merasa tak dilibatkan. REUTERS/Beawiharta/File Photo


Reporter: Tendi Mahadi | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Eksistensi Industri Hasil Tembakau (IHT) nasional dinilai semakin terancam karena usulan dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) untuk merevisi Peraturan Pemerintah 109/2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan.

Revisi tersebut dikhawatirkan akan memberikan dampak negatif yang tidak kecil bagi IHT. Baik itu dari sisi keberlangsungan usaha maupun penyerapan tenaga kerja.

"Kami menolak revisi Peraturan Pemerintah 109/2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan karena usulan tersebut belum pernah disosialisasikan kepada stakeholder di sektor IHT," kata Koordinator Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK) M. Nur Azami dalam keterangannya, Rabu (13/11).

Baca Juga: Ahli farmasi ingatkan pentingnya regulasi untuk produk tembakau alternatif

"Selain itu, tidak dijelaskan pasal-pasal yang akan diubah, kita tidak tahu apakah revisi ini  menguntungkan atau malah merugikan sektor IHT," lanjut dia.

Azami mengungkapkan, PP nomor 109 tahun 2012 sudah cukup ketat dan mengatur promosi produk, iklan, tidak menjangkau anak di bawah umur. "Aturan tersebut tidak perlu direvisi, kecuali revisi tersebut melibatkan stakeholder dan pasal-pasal di PP 109 nomor 2012 tidak memberatkan sektor industri hasil tembakau," paparnya.

Lebih lanjut, pada revisi aturan tersebut, akan ada pasal muatan gambar peringatan pada kemasan rokok dan belum disosialisasikan kepada stakeholder

"Gambar peringatan yang besar menyebabkan kenaikan biaya produksi bagi pabrikan. Sampai dengan hari ini, isu kenaikan cukai cukup memberatkan, apalagi dengan peringatan gambar yang besar sekitar 90%," ujar Azami.

Azami  menilai, peringatan berupa gambar larangan merokok sebesar 90% sangat mengarah pada aturan plaint packaging yang diterapkan beberapa negara seperti kalo di Thailand. Aturan ini akan  menghilangkan ciri khas produk tembakau asal Indonesia. 

Baca Juga: Bea Cukai: Tarif maksimum cukai rokok elektrik untuk batasi peredaran vape

"Thailand dan Australia itu tidak punya sejarah dan kearifan lokal dalam hal tembakau seperti Indonesia, jadi tidak bisa disamakan. Apabila aturan yang sama diterapkan, malah bisa meningkatkan peredaran rokok ilegal, dan sangat merugikan komunitas yang bergantung hidupnya dari tembakau" tegasnya.

Sebelumnya, beredar pemberitaan bahwa Kemenkes memberikan usulan terkait rancangan revisi PP 109/2012. Beberapa poin revisi tersebut adalah memperluas ukuran gambar peringatan kesehatan dari 40% menjadi 90%, pelarangan bahan tambahan dan melarang total promosi dan iklan di berbagai media, dengan dalih adanya peningkatan prevalensi perokok anak.

Revisi PP 109/2012 tidak sejalan dengan semangat pemerintahan Jokowi yang mendorong adanya transparansi dalam proses pembuatan peraturan-perundang-undangan serta mempermudah kegiatan investasi dan berusaha, yang berorientasi pada penciptaan lapangan pekerjaan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Mastering Financial Analysis Training for First-Time Sales Supervisor/Manager 1-day Program

[X]
×