kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Kata pengamat soal polemik PP pertambangan batubara yang tak kunjung terbit


Senin, 01 April 2019 / 17:52 WIB
Kata pengamat soal polemik PP pertambangan batubara yang tak kunjung terbit


Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Paket Peraturan Pemerintah (PP) terkait pertambangan batubara belum juga terbit. Di tengah penerbitan regulasi yang masih menggantung itu, muncul polemik mengenai permintaan dari Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno supaya BUMN bisa mendapatkan porsi atas tambang pemegang Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) yang akan berakhir masa kontraknya.

Menurut pengamat hukum sumber daya alam Universitas Tarumanegara Ahmad Redi, permintaan yang disampaikan oleh Menteri BUMN tersebut sudah tepat. Sebab, Redi menilai jika masa kontrak PKP2B sudah berakhir, maka tidak secara otomatis berubah status menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).

Melainkan, wilayah eks. PKP2B harus dikembalikan kepada negara. Setelah itu, imbuh Redi, oleh negara yang dalam hal ini Pemerintah dan DPR RI kemudian dapat ditetapkan menjadi Wilayah Pencadangan Negara (WPN), lalu menjadi Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK).

"Setelah WIUPK kemudian ditawarkan kepada BUMN, bila BUMN berminat, diberikan lah IUPK. Bila BUMN tidak berminat, ditawarkan kepada swasta melalui lelang, pihak swasta yang menang diberikan IUPK," jelas Redi saat dihubungi Kontan.co.id, Senin (1/4).

Redi mengungkapkan, ketentuan tersebut telah tertuang dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 atau UU Minerba. Sedangkan untuk luas wilayah pertambangan, lanjut Redi, hal tersebut pun telah diatur dalam UU Minerba Pasal 83, dimana poin "d" pada Pasal tersebut menyebutkan luas satu WIUPK untuk tahap kegiatan operasi produksi pertambangan betubara diberikan dengan luas paling banyak 15.000 hektare.

"Jadi PP yang akan dibentuk tidak boleh melanggar ketentuan dalam UU Minerba tersebut," tambahnya. Sementara, jika para pemegang PKP2B mengacu pada amandemen kontrak yang telah dilakukan, Redi menilai hal tersebut bukan lah merupakan landasan hukum yang kuat.

"Itu kan hanya berlaku selama kontrak berlaku, bila sudah habis masa kontraknya, maka harus tunduk pada UU Minerba. Itu kan hanya mengatur mengenai PKP2B dan bukan IUP/IUPK," terang Redi.

Sementara itu, menurut Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) Yusri Usman, apabila PKP2B yang akan habis kontrak tersebut bisa didapatkan BUMN, maka itu bisa berdampak positif terhadap ketahanan energi nasional secara jangka panjang.




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP) Negosiasi & Mediasi Penagihan yang Efektif Guna Menangani Kredit / Piutang Macet

[X]
×