kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45923,49   -7,86   -0.84%
  • EMAS1.319.000 -0,08%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Kenaikan harga jagung bisa tekan kinerja industri Poultry


Senin, 10 Desember 2018 / 19:17 WIB
Kenaikan harga jagung bisa tekan kinerja industri Poultry
ILUSTRASI. Jagung pakan ternak


Reporter: Noverius Laoli | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kenaikan harga jagung  yang mencapai  di atas Rp 6.000 per kilogram (kg) sedikit banyak akan mempengaruhi bisnis industri pakan ternak (Poultry). Sebab harga tersebut sudah jauh di atas batas atas harga jagung yang ditetapkan Kementerian Perdagangan (Kemdag)  sebesar Rp 4.000 per kg.

Kinerja industri Poultry akan tertekan bila kenaikan harga jagung berlangsung lama. Namun dalam jangka pendek, kinerja Poultry diprediksi tidak terlalu terpengaruh karena stok yang relatif masih ada. Apalagi, kenaikan harga jagung ini diproyeksikan paling lama hingga awal Februari 2019 sebelum panen raya.

Dewan Penasihat Gabungan Pengusaha Makanan Ternak (GPMT) Sudirman mengatakan, industri pakan ternak sudah banyak belajar dari penutupan impor jagung untuk pakan. "Kalau harga jagung naik untuk jangka panjang, tentu ada dampaknya pada industri pakan ternak," ujarnya kepada KONTAN, Senin (10/12).

Namun, ia mengemukakan, industri pakan juga punya perencanaan, termasuk dalam meningkatkan penggunaan bahan baku dari substitusi jagung yakni produk gandum yang tidak digunakan oleh industri tepung terigu.

"Jadi industri pakan itu dilarang impor, termasuk impor gandum untuk pakan, maka yang digunakan itu sisa yang tidak terpakai industri tepung terigu, tapi masih memenuhi standar untuk pakan ternak," imbuhnya.

Karena itu, Sudirman memproyeksikan impor gandum tahun ini tetap membengkak dan mencapai sekitar 11,5 juta ton atau sama dengan tahun 2017. Tingginya impor jangung ini juga sebagai petunjuk kalau stok jagung dalam negeri masih rendah sehingga industri pakan masih mengandalkan produk substitusi.

"Kalau misalnya itu juga ditutup maka tidak tertutup kemungkinan, industri akan menggunakan beras sebagai substitusi,"ucapnya.

Untuk itu, Sudirman meminta agar Kementerian Pertanian (Kemtan) terbuka saja soal data produksi jagung agar tidak menyulitkan industri. Ia menyarankan agar impor jagung tetap dibuka, dan saat ada panen raya tiba, pemerintah bisa meningkatkan bea masuk hingga 40% misalnya, dari sebelumnya, hanya 5%.

"Bea masuk yang tinggi untuk mendorong agar industri menyerap jagung lokal, tapi jangan ditutup seperti sekarang,"sarannya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×