kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45935,51   7,16   0.77%
  • EMAS1.335.000 1,06%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Kenaikan harga karet bukan karena fundamental


Selasa, 17 Januari 2017 / 19:59 WIB
Kenaikan harga karet bukan karena fundamental


Reporter: Noverius Laoli | Editor: Rizki Caturini

JAKARTA. Harga karet mulai melar. Harga kontrak penjualan karet menyentuh US$ 2,7 per kilogram (kg) di pasar perdagangan Tokyo Commodity Exchange (Tocom) dan US$ 2,25 per kg di Singapore Exchange Limited (SGX). Harga karet ini termasuk tinggi dalam beberapa tahun terakhir, setelah sempat menyentuh level harga US$ 1,03 pada awal tahun 2016 lalu.

Kenaikan harga karet ini lebih banyak disebabkan faktor cuaca yang sebagian besar di Asia Tenggara memasuki La Nina pada tahun 2016 sehingga membuat petani karet enggan menyadap. Akibatnya produksi karet mengalami penurunan.

Direktur Eksekutif Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (Gapkindo) Suharto Honggokusumo mengatakan, kenaikan harga karet saat ini masih didominasi faktor teknis yakni cuaca ketimbang faktor fundamental. Untuk faktor fundamental harusnya ditopang peningkatan permintaan di pasar dunia karena pertumbuhan ekonomi. Namun saaat ini ekonomi dunia masih tersandera krisis dan belum pulih. 

Ia menjelaskan, bila yang dominan menyebabkan harga karet naik adalah faktor cuaca, maka dalam waktu dua bulan ke depan, bisa saja harga karet terkoreksi. Namun ia optimistis harga karet tetap bertahan selama tidak ada gonjangan yang besar terjadi.

Sebab bagaimana pun, stok karet di pasar dunia mulai menibis akibat turunnya pasokan karet akibat musim hujan yang berlangsung lama. "Kenaikan harga karet di tingkat petani yang mencapai Rp 10.000 per kg telah sesuai dengan peningkatan harga karet di pasar global," ujarnya kepada KONTAN, Selasa (17/1).

Ketua Gapkindo Moenardji Soedargo menambahkan, perbaikan harga karet saat ini merupakan hasil dari upaya tiga negara produsen karet yang tergabung dalam International Tripartite Rubber Council (ITRC) yakni Thailand, Indonesia, dan Malaysia yang berupaya mengembalikan harga karet ke rel fundamentalnya. Ketiga negara menerapkan skema Agree Export Tonnage Scheme (AETS) yakni pembatasan ekspor karet.

Moenardji optimistis selama harga pasar tetap mencerminkan fundamental supply demand, maka harga karet akan tertopang dengan stabil.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×