kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45927,64   6,18   0.67%
  • EMAS1.325.000 -1,34%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Kesepakatan IPOP terancam bubar


Rabu, 15 Juni 2016 / 11:57 WIB
Kesepakatan IPOP terancam bubar


Reporter: Noverius Laoli | Editor: Dupla Kartini

JAKARTA. Kasus dugaan kartel yang ditelisik Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) terhadap enam perusahaan kelapa sawit raksasa di Indonesia yang tergabung dalam Indonesia Palm Oil Pledge (IPOP) memasuki babak baru. Wasit persaingan usaha tersebut tengah memasuki tahap investigasi.

Artinya, KPPU akan memanggil satu per satu anggota IPOP untuk diminta keterangan sebelum memasuki tahap persidangan. Tahap investigasi ini merupakan peningkatan dari tahap penyelidikan yang dilakukan KPPU sejak tahun 2015 lalu. Dari tahap penyelidikan ditemukan adanya indikasi kuat anggota IPOP melakukan tindakan kartel.

Ketua KPPU Syarkawi Rauf mengatakan, kesepakatan anggota IPOP untuk menerapkan standar tertentu terhadap pembelian produk minyak kelapa sawit dari petani atau perusahaan berpotensi melanggar Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang larangan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.
Sebab, dalam hal penentuan standar, itu sudah menjadi kewenangan pemerintah.

"Harusnya pemerintah yang menginisiasi standar untuk produk kelapa sawit yang pro pada pelestarian lingkungan," ujar Syarkawi kepada KONTAN, Selasa (14/6).

Enam perusahaan anggota IPOP yang akan dipanggil KPPU antara lain PT Wilmar Indonesia, PT Cargill Indonesia, Golden Agri Resources, Asian Agri, PT Musim Mas Group, dan PT Astra Agro Lestari Tbk.

Syarkawi memastikan, indikasi kartel yang dilakukan keenam perusahaan ini masih sangat kuat. Alhasil, hal itu menimbulkan hambatan bagi para pelaku bisnis kelapa sawit lainnya untuk bisa berkembang.

Akibat penyelidikan KPPU ini, berdasarkan informasi yang diperoleh KONTAN, anggota IPOP berencana membubarkan diri sebelum KPPU menjatuhkan putusan. Sumber KONTAN di salah satu perusahaan anggota IPOP menyebut bahwa kesepakatan IPOP justru menyusahkan perusahaan yang bernaung di dalamnya, terutama untuk menjalankan standar tinggi soal kelestarian lingkungan yang diminta atas desakan pembeli di pasar Uni Eropa dan Amerika Serikat ini.

Kendati begitu, Syarkawi mengaku belum mendengar langsung dari manajemen IPOP soal rencana pembubaran diri tersebut. Namun, dia menegaskan bahwa KPPU akan terbuka untuk mengevaluasi kembali investigasi yang tengah dilakukan bila benar IPOP akan membubarkan diri. Namun, hal ini tidak serta merta menghentikan penanganan kasus ini.

Namun, bila IPOP membubarkan diri dengan niat baik, hal itu bisa menjadi pertimbangan bagi KPPU. "Kami akan melihat implementasinya nanti," ujarnya.

Tingkatkan daya saing

Namun, manajemen IPOP buru-buru membantah kabar IPOP berencana membubarkan diri. Nurdiana Darus, Direktur Eksekutif IPOP mengatakan, anggota IPOP maupun manajemen IPOP tetap berkomitmen mempromosikan produk kelapa sawit berkelanjutan tanpa deforestasi.

Menurutnya, komitmen IPOP ini diharapkan akan mampu memberikan manfaat sosial bagi petani sawit serta meningkatkan daya saing produk kelapa sawit nasional.

Kendati mereka mengklaim hanya berkontribusi 13% terhadap seluruh produksi sawit berbasis kelapa sawit nasional, tapi KPPU tetap memandang itu sebagai upaya monopoli yang perlu diselidiki.

Direktur Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian (Kemtan) Gamal Nasir menilai positif jika benar kabar yang berkembang bahwa IPOP akan membubarkan diri dan ikut pada standar pemerintah. "Dengan begitu, pengusaha ini tunduk pada ketentuan regulator," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×