kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45931,36   3,72   0.40%
  • EMAS1.320.000 -0,38%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Keterlibatan swasta dibutuhkan dalam pengembangan EBT di Indonesia


Rabu, 20 November 2019 / 21:59 WIB
Keterlibatan swasta dibutuhkan dalam pengembangan EBT di Indonesia
ILUSTRASI. Foto udara kawasan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di Desa Sengkol, Kecamatan Pujut, Praya, Lombok Tengah, NTB, Kamis (29/8/2019). Guna memperkuat sistem kelistrikan Lombok sekaligus mendorong pemanfaatan Energi Baru Terbarukan? (EBT) untuk pembang


Reporter: Dimas Andi | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pengembangan energi baru dan terbarukan (EBT) di Indonesia cukup penting untuk segera dipercepat. Peran swasta pun dinilai pemerintah cukup krusial untuk mendorong penggunaan energi ramah lingkungan di dalam negeri.

Direktur Jenderal EBTKE Kementerian ESDM F.X Sutijastoto menyebut, tiap tahun kebutuhan dana untuk pengembangan EBT bisa mencapai Rp 30 triliun. Di sisi lain, anggaran di Kementerian ESDM hanya mencapai Rp 7 triliun.

Baca Juga: Jokowi: Dunia menuju pada energi ramah lingkungan

Adapun anggaran untuk Direktorat Jenderal EBTKE hanya sekitar Rp 1,3 triliun. "Kalau tidak ada dukungan investasi dari pihak swasta, EBT akan susah diterapkan," imbuhnya ketika ditemui Kontan, Rabu (20/10).

Di kesempatan yang sama, Direktur PT Heksa Prakarsa Teknik Kusetiadi Raharjo sepakat bahwa dorongan terhadap pengembang EBT swasta perlu dilakukan oleh pemerintah. Sebab, pemerintah memiliki keterbatasan dana untuk mengembangkan EBT secara mandiri.

Namun, implementasi di lapangan memang tidak mudah. Salah satu tantangan di sektor EBT saat ini adalah biaya investasi awal untuk proyek pembangkit listrik ramah lingkungan masih tergolong tinggi.

Baca Juga: Kaya akan sumber energi hijau, Kementerian ESDM upayakan percepatan EBT di Indonesia

Padahal, ketika proyek tersebut sudah jadi, biaya operasional yang ditanggung menjadi lebih murah ketimbang energi konvensional.

“Selain itu, kadang pengembang energi konvensional juga tidak ingin kehilangan pasar,” tambah dia di Jakarta, Rabu (20/11).

Menurutnya, percepatan EBT di Indonesia patut dilakukan. Hal ini bukan soal mahal atau murahnya investasi di sektor tersebut, namun lebih kepada ancaman pemanasan global yang semakin nyata di depan mata.




TERBARU

[X]
×