kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45931,36   3,72   0.40%
  • EMAS1.320.000 -0,38%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Knight Frank: Semester I 2020, tingkat okupansi perkantoran sebesar 75,9%


Kamis, 30 Juli 2020 / 16:47 WIB
Knight Frank: Semester I 2020, tingkat okupansi perkantoran sebesar 75,9%
ILUSTRASI. OKUPANSI GEDUNG KANTOR. KONTAN/Fransiskus Simbolon/14/07/2013


Reporter: Amalia Nur Fitri | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Perusahaan konsultan properti, PT Knight Frank Indonesia menjabarkan dampak pandemi COVID-19 yang berlangsung pada semester I 2020, membuat okupansi perkantoran di Jakarta hanya sebesar 75,9%.

Senior Advisor Research Knight Frank Indonesia, Syarifah Syaukat menjelaskan, nilai tersebut terkoreksi tipis dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu dimana tingkat okupansi perkantoran terisi sebanyak 76%.

"Dari tingkat hunian, seperti yang bisa diprediksi turun menjadi 75,9 persen. Hal ini juga diikuti harga sewa yg cenderung turun dan berada di bawah tekanan di semua grade (kelas) yang ada," ujarnya dalam pemaparanJakarta Property Highlight yang diadakan secara virtual di Jakarta, Kamis (30/7).

Baca Juga: Progres masih mini, ACP revisi target marketing sales di tahun ini

Syarifah melanjutkan, tingkat kekosongan ruang perkantoran Jakarta mencapai 24,1% dan serapan 81.699 meter persegi jumlah ruang pada periode ini. Adapun pada 2021 mendatang, tercatat akan ada enam proyek pasokan baru perkantoran yang didominasi kantor sewa (lease office).

Syarifah memprediksi, dari rencana pasokan yang ada hingga 2021 tersebut, akan mengalami kontraksi mencapai 37% menjadi 485.000 meter persegi dari total prediksi sebanyak 828.000 meter persegi. "Namun sektor-sektor bisnis seperti e-commerce, ritel konsumsi atau FMCG, asuransi dan bisnis keuangan diproyeksikan bisa menggerakkan performa sektor perkantoran," sambungnya.

Ia juga menyoroti kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) transisi yang diterapkan di Jakarta membuat seluruh perkantoran harus menurunkan kapasitas huni dan menerapkan adaptasi protokol kesehatan sesuai aturan.

Padahal, berdasarkan kajian Knight Frank Global, ruang kerja bersifat kolaboratif dan meningkatkan kompetisi pekerja dalam budaya korporasi sehingga pekerja lebih produktif dalam meningkatkan keahlian dan kemampuan kerjanya.

"WFH (Working From Home) juga membuat pebisnis, dalam hal ini occupier atau pihak yang menyewakan ruang perkantoran, akan mengatur ulang rencana penggunaan ruang kantor," kata dia.

Baca Juga: Wow! Hunian Prestisius di Segitiga Emas Jakarta Cicilan Cuma 10 Juta per Bulan!

Sementara itu, Associate Director Tenant Representation Knight Frank Indonesia Rina Martianti memprediksi, sampai akhir tahun ini, penurunan okupansi perkantoran tidak akan signifikan lantaran rata-rata sewa perkantoran berlangsung dalam jangka panjang.

Pertimbangan lainnya adalah, adanya risiko penalti yang harus dibayarkan perusahaan kepada pemilik gedung. Belum lagi, rekam jejak perusahaan, utamanya perusahaan multinasional, yang keluar tentu menjadi pertimbangan lainnya selain faktor perizinan yang rumit.

"Kalau saya prediksi, penurunan tidak signifikan. Dari tahun lalu transaksi dan finalisasi di Semester I 2020, kalau sampai Semester II sampai Desember itu mungkin penurunan tidak signifikan. Mungkin penurunan di angka 5% saja," kata Rina.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×