kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45938,26   9,90   1.07%
  • EMAS1.335.000 1,06%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Kontrak 9 PKP2B habis, PT Bukit Asam Tbk & PLN yakin mendapatkan lahan tersebut


Senin, 12 November 2018 / 16:59 WIB
Kontrak 9 PKP2B habis, PT Bukit Asam Tbk & PLN yakin mendapatkan lahan tersebut
ILUSTRASI. Direktur Utama PT Bukit Asam Tbk Arviyan Arifin


Reporter: Pratama Guitarra | Editor: Azis Husaini

KONTAN.CO.ID -JAKARTA. PT Bukit Asam Tbk (PTBA) berminat menguasai lahan tambang milik Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) generasi pertama yang akan habis masa izinnya. 

Seperti misalnya lahan tambang milik PT Tanito Harum yang habis ditahun 2019, PT PT Kaltim Prima Coal (KPC) di tahun 2021 dan PT Arutmin Indonesia di tahun 2020. Lalu, PT Adaro Energy Tbk tahun 2022, PT Kideco Jaya Agung tahun 2023 dan PT Berau Coal Energy tahun 2025.

Direktur Utama PTBA, Arviyan Arifin mengatakan, bahwa saat ini PTBA tengah mengkaji kemungkinan pengelolaan lahan tambang yang akan habis masa kontraknya itu. "Tentunya kita berminat. Tak mungkin (Keduluan eksisting) kan UU Minerba mengatakan prioritas utama BUMN," terangnya kepada Kontan.co.id, Senin (12/11).

Sekretaris Perusahaan PTBA, Suherman menambahkan, bahwa PTBA tetap berminat mengelola lahan-lahan tambang itu. Pasalnya itu sesuai dengan salah satu visi holding industri pertambangan. "Yaitu menguasai cadangan batubara dan sumber daya mineral," pungkasnya.

Tapi ia bilang, penguasaan lahan tambang PKP2B itu harus tetap melalui kajian atau Fisibillity Study (FS) yang proper, berkenaan dengan nilai cadangan dan harga yang ditawarkan. "Untuk tambang yang mana belum. Setahu saya, kalau tidak salah harus ditender dulu kan?" tandasnya.

Ketika dikonfirmasi, Manajer Senior Satuan Batubara PT PLN (Persero), Tri Joko tidak secara terang menyatakan bahwa PLN berminat. "Terkait tambang milik PKP2B kami menunggu keputusan dari pemerintah," tandasnya kepada KONTAN, Senin (12/11). Yang jelas, tambah Tri, saat ini kebutuhan batubara untuk PLN masih dapat tercukupi oleh batubara DMO.

Asal tahu saja, sekarang pemerintah sedang mendorong penerbitan revisi Peraturan Pemerintah (PP) No. 01/2017 tentang perubahan keempat atas PP No. 23/2010 tetang Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba). Di mana salah satu poin usulan perubahannya berkenaan dengan pengajuan izin perpanjangan PKP2B menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).

Dalam revisi PP 01/2017 itu nantinya, pengajuan izin bisa dilakukan lima tahun sebelum habis kontrak. Sementara sebelumnya, pengajuan izin perpanjangan baru bisa dilakukan dua tahun sebelum habis kontrak.

Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Dirjen Minerba) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bambang Gatot Ariyono mengatakan, bahwa revisi PP 01/2017 di mana pengajuan perpanjangan bisa dilakukan lima tahun sebelum kontrak berakhir adalah sebagai kepastian investasi. "Kaya Freeport, kan kepastian investasi dengan membangun smelter. Dia mau merencanakan pengembangan kan sudah diancang-ancang jauh sebelumnya," terangnya.

Adapun kata, Bambang, salah satu PKP2B generasi pertama yang sudah mengajukan perpanjangan adalah PT Tanito Harum. Di mana kontrak tambangnya berakhir pada tahun 2019. "Dia sudah mengajukan, kita harus jawab," tandasnya.

Pengamat Hukum Sumber Daya dari Universitas Tarumanegara (Untar), Ahmad Redi mengatakan, sesuai dengan Undang-Undang No. 04 tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara (Minerba), dalam Pasal 169 disebutkan bahwa perubahan status PKP2B menjadi IUPK harus melalui Wilayah Pencadangan Negara (WPN). "Artinya tidak bisa langsung diperpanjang jadi IUPK. Ada mekanisme yang harus dilalui," tandasnya kepada KONTAN.

Adapun mekanisme tersebut adalah, ketika kontrak berakhir dan status harus berubah, lahan tambang wajib dijadikan WPN yang kemudian diminati persetujuan oleh DPR. Lalu lahan tersebut ditawarkan kepada BUMN dan BUMD. Apabila BUMN dan BUMD tidak berminat, maka harus dilakukan lelang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×