kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45923,49   -7,86   -0.84%
  • EMAS1.319.000 -0,08%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Melihat tantangan pemanfaatan gas bumi untuk bahan bakar transportasi


Minggu, 08 Maret 2020 / 18:51 WIB
Melihat tantangan pemanfaatan gas bumi untuk bahan bakar transportasi
ILUSTRASI. Antrean pengisian bahan bakar gas untuk bajaj di stasiun pengisian gas milik PGN di Jakarta, Rabu (13/11). Gas bumi memiliki potensi besar untuk dimanfaatkan sebagai sumber energi bagi transportasi.


Reporter: Dimas Andi | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Gas bumi memiliki potensi besar untuk dimanfaatkan sebagai sumber energi bagi transportasi, meskipun terdapat tantangan tersendiri dalam implementasinya di lapangan.

Pengamat Transportasi Djoko Setijowarno menilai, tantangan terbesar optimalisasi gas bumi di sektor transportasi Indonesia saat ini adalah ketersediaan infrastruktur atau Stasiun Pengisian Bahan Bakar Gas (SPBG) yang masih terbatas.

Ia berkaca pada armada Transjakarta yang sebagian menggunakan bahan bakar gas (BBG). Sayangnya, di Jakarta yang notabene berstatus sebagai ibu kota negara pun belum memiliki SPBG yang memadai dari segi kuantitas. Hal ini tidak sebanding dengan jumlah kendaraan, khususnya Transjakarta pengguna BBG yang terus meningkat.

Baca Juga: Terkait penggunaan gas untuk truk, begini respons pengusaha truk

“SPBG di Jakarta hanya ada di daerah tertentu saja. Tak heran sering terjadi antrean panjang Transjakarta yang mau mengisi BBG,” ungkap dia ketika dihubungi Kontan.co.id, Jumat (6/3).

Akibatnya, jumlah Transjakarta yang memakai BBG pun berkurang. Untungnya, moda transportasi ini beralih ke bahan bakar biosolar yang juga lebih ramah lingkungan dibandingkan bahan bakar minyak (BBM) lainnya.

Terlepas dari itu, kebutuhan akan gas untuk transportasi merupakan sebuah keniscayaan. Pasalnya, gas bumi tidak memiliki efek polusi udara. Risiko polusi suara dari mesin kendaraan pun bisa diminimalisir dengan penggunaan energi gas bumi.

Djoko bilang, untuk saat ini penting bagi kendaraan umum seperti bajaj, taksi, hingga bus, agar beralih menggunakan BBG. Namun, kembali lagi, pemerintah maupun perusahaan yang memasok gas untuk kendaraan tadi harus benar-benar menyiapkan berbagai infrastruktur pengisian gas bumi dengan maksimal.

Berdasarkan data dari PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS), perusahaan ini memiliki 64 SPBG dan 4 Mobile Refueling Unit (MRU) di seluruh Indonesia per kuartal III-2019.

Anggota Komite BPH Migas Jugi Prajogio mengatakan, ada beberapa hal penting yang menjadi kunci sukses distribusi gas bumi untuk sektor transportasi. Salah satunya tentu dengan memaksimalkan distribusi dari SPBG yang ada sembari membangun fasilitas yang baru.

Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) sebenarnya juga bisa dimanfaatkan untuk menyalurkan gas. Ini mengingat beberapa SPBU juga memiliki fasilitas pengisian BBG untuk transportasi.

Namun, adakalanya lokasi SPBU berada jauh dari pipa transmisi gas bumi. Jika demikian, maka distribusi gas bumi untuk transportasi bisa menggunakan Gas Transportation Modul (GTM). “Badan usaha juga bisa menyiapkan satu dispenser khusus untuk gas supaya bisa didistribusikan ke transportasi,” terang Jugi, Minggu (8/3).

Ia juga bilang, harga BBG untuk transportasi perlu ditinjau ulang supaya lebih menarik bagi investor.

Tak ketinggalan, idealnya setiap produsen kendaraan sudah menyiapkan paket lengkap untuk penggunaan gas, misalnya converter kit dan tabung penampung gas. “Converter kit yang berbeda merek dengan pabrikan mobil akan mengakibatkan hangusnya garansi,” tutur Jugi.

Baca Juga: Penurunan harga gas untuk pembangkit listrik memungkinkan ada regulasi baru




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×