kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.347.000 0,15%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Peneliti CIPS nilai tidak mudah mencapai swasembada bawang putih pada 2021


Rabu, 22 Mei 2019 / 16:17 WIB
Peneliti CIPS nilai tidak mudah mencapai swasembada bawang putih pada 2021


Reporter: Lidya Yuniartha | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Target Kementerian Pertanian (Kemtan) untuk menuju swasembada bawang putih pada 2021 tampaknya tidak mudah tercapai. Ada banyak kendala yang harus diselesaikan Kemtan bila hal tersebut dapat tercapai. Hal itu ditegaskan Center for Indonesia Policy Studies (CIPS).

Peneliti CIPS Assyifa Szami Ilman mengatakan, hambatan yang dihadapi adalah lahan yang terbatas dan banyaknya alih fungsi lahan pertanian karena cuaca dan kondisi tanah yang tidak produktif.

Karena itu, Assyifa mengatakan, pemerintah juga perlu meninjau ulang pemberlakuan Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) nomor 16 tahun 2017 yang menyatakan adanya kewajiban bagi importir bawang putih wajib untuk menanam bawang putih di dalam negeri sebesar 5% dari total impor yang diajukan. "Pemberlakuan peraturan ini tidak efektif karena keterbatasan lahan," terang Assyifa dalam siaran pers Kontan.co.id, Rabu (22/5).

Menurut Assyifa, karena luas lahan yang terbatas dan alih fungsi lahan yang semakin banyak membuat lahan dengan ketinggian tertentu dan iklim tertentu sulit ditemukan. Padahal, bawang putih harus ditanam di lahan yang berada di ketinggian antara 700 meter hingga 1.300 meter di atas permukaan laut. Pada ketinggian tertentu, luas lahan pun semakin terbatas.

"Kita harus mengakui bahwa produksi lokal belum mencukupi permintaan yang ada, sehingga impor tetap harus dilakukan. Di sisi lain, pemerintah juga tetap konsisten mempertahankan prinsip kehati-hatiannya dalam mengeluarkan kebijakan. Namun ada kalanya, aturan-aturan tertentu dapat menghambat dilakukannya impor yang sebenarnya dibutuhkan,” kata Assyifa.

Dia menyarankan agar pemerintah menciptakan alternatif kebijakan impor khusus tanpa mengikuti regulasi berlaku yang memberatkan, seperti wajib tanam. Kebijakan tersebut dapat dilakukan terutama untuk yang sifatnya untuk mencegah terjadinya gejolak harga.

Menurut Assyifa, program yang bertujuan untuk meningkatkan produksi tak bisa dilakukan secara instan. Terkait impor khusus tersebut pun dapat melibatkan berbagai pihak seperti Bulog dan swasta. Ini untuk mengantisipasi penyalahgunaan izin impor dan kekhawatiran impor akan membunuh petani lokal.

Menurutnya dalam mengawasi impor khusus ini, satgas pangan dapat dilibatkan. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×