kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pengamat: Harga acuan sulit diterapkan di pasar tradisional


Selasa, 15 Mei 2018 / 19:16 WIB
Pengamat: Harga acuan sulit diterapkan di pasar tradisional
ILUSTRASI. Impor daging sapi


Reporter: Lidya Yuniartha | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Perdagangan (Kemdag) telah mengeluarkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) nomor 58 tahun 2018 tentang Penetapan Harga Acuan Pembelian di Petani dan harga acuan penjualan di konsumen.

Aturan ini diundangkan pada 4 Mei 2018 dan merevisi Permendag nomor 27/2017. Tidak banyak yang berubah dalam aturan tersebut. Hanya saja, dalam Permendag No 58/2018 harga penjualan paha depan daging sapi di tingkat konsumen Rp 80.000 per kg sementara di Permendag sebelumnya, harga paha depan masih berkisar Rp 98.000 per kg.

Harga pembelian daging ayam ras dan telur daging ayam ras di tingkat peternak pun diatur harga batas atas dan harga batas bawah, namun tidak ada perubahan harga acuan di tingkat konsumen.

Pengamat pertanian Khudori menilai, adanya penetapan harga acuan pembelian maupun penjualan tidak sepenuhnya dapat diterapkan, khususnya di pasar tradisional.

"Sebagian besar ada di atas harga acuan, Tantangan utamanya sekarang menetapkan itu di pasar tradisional. Kalau di pasar modern, mungkin tidak ada masalah meski dulu sempat ada keluhan," ujar Khudori kepada Kontan.co.id. Selasa (15/5).

Menurut Khudori, sulitnya menetapkan dan mengontrol harga acuan ini di pasar tradisional karena terlalu banyak pelaku pasar, dan cara pendistribusian yang beragam.

"Meskipun pasar ada pengurusnya, tetapi bagaimana pemerintah mengawasi pasar yang sedemikian banyak. Hal itu terbukti sekarang ini," jelas Khudori.

Khudori pun berpendapat akan sangat beresiko bila pemerintah menerapkan sanksi kepada pelaku usaha yang melanggar permendag tersebut. Apalagi, menurutnya, pelaku yang ditindak tidak hanya segelintir namun semua pelau usaha yang terlibat dalam pendistribusian barang.

Khudori bilang, inilah yang menjadi penyebab mengapa pemerintah tidak juga menindak pelaku usaha yang melanggar aturan tentang penetapan harga acuan tersebut.

Khudori berpendapat, seharusnya harga acuan tersebut semestinya menjadi acuan bagi pemerintah apabila harga di tingkat konsumen melambung tinggi, atau harga di tingkat produsen terlalu rendah, bukan untuk mengatur pelaku usaha.

"Berbeda kalau pemerintah memang punya instrumen untuk stabilisasi, di situ pemerintah bisa mengatur harga. Kedua ada cadangan atau stok yang setiap saat bisa dikeluarkan, ketika harga melonjak. Berikutnya kalau harga jatuh pemerintah bisa melakukan pengadaan minimal dengan harga di tingkat produsen. Ekspor dan impor juga harus diatur, kapan kita bisa mengimpor dan mengekspor," terang Khudori.

Menurut Khudori, pemerintah pun bisa menetapkan kebijakan harga, namun perlu menetapkan komoditas apa yang ingin distabilkan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Mastering Financial Analysis Training for First-Time Sales Supervisor/Manager 1-day Program

[X]
×