kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45935,34   -28,38   -2.95%
  • EMAS1.321.000 0,46%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pengusaha minta Perpres No 40 Tahun 2016 segera direalisasikan


Minggu, 22 Desember 2019 / 19:02 WIB
 Pengusaha minta Perpres No 40 Tahun 2016 segera direalisasikan
ILUSTRASI. Workers inspect a natural gas facility by Sinopec at its Dongsheng gas field in Erdos, Inner Mongolia Autonomous Region, China October 15, 2018.


Reporter: Dimas Andi | Editor: Azis Husaini

KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Para pelaku usaha yang menjadi pelanggan gas industri meminta agar Peraturan Presiden No 40 Tahun 2016 tentang Penetapan Harga Gas Bumi dapat benar-benar direalisasikan. Dalam aturan tersebut, terdapat amanat bahwa harga gas untuk kebutuhan industri ditetapkan sebesar US$ 6 per MMBtu.

Asal tahu saja, akhir September dan Oktober lalu sempat terjadi gelombang protes atas rencana penyesuaian harga gas industri oleh PT Perusahaan Gas Negara Tbk. Namun, rencana ini urung terwujud lantaran dalam suratnya Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif meminta agar harga gas tidak naik sampai perekonomian nasional stabil.

Baca Juga: Askrindo dan Perusahaan Gas Negara (PGAS) selenggarakan Natal Bersama di Pontianak

Ketua Umum Asosiasi Aneka Keramik Indonesia (Asaki) Eddy Suyanto mengatakan, berharap agar Perpres tersebut benar-benar diimplementasikan. Pasalnya, semenjak harga gas industri naik 50% pada 2013 silam, industri keramik nasional kehilangan daya saingnya.

Hal ini terbukti dari penurunan tingkat utilisasi kapasitas produksi keramik Indonesia dari 90% di tahun 2014 menjadi 60% di tahun 2018. Tahun ini pun utilisasi kapasitas produksi keramik domestik kemungkinan mentok di angka 65%. “Asaki berharap adanya harga gas yang lebih berdaya saing di kisaran US$ 6—7 per MMbtu,” imbuh dia, Jumat (22/12).

Ia mengaku, selama ini pengusaha-pengusaha keramik melakukan berbagai upaya efisiensi di tengah tingginya harga gas industri dalam negeri. Namun, langkah ini belum mampu memberikan dampak positif terhadap peningkatan daya saing.

Setali tiga uang, Ketua Asosiasi Kaca Lembaran dan Pengaman Indonesia (AKLP) Yustinus Gunawan menyebut Perpres No 40 Tahun 2016 sudah seharusnya diterapkan. Sebab, regulasi ini berasal langsung dari Presiden Joko Widodo sehingga kekuatan hukumnya lebih tinggi ketimbang aturan lain yang sejenis, misalnya Permen ESDM No 58 Tahun 2017.

Yustinus mengatakan, industri kaca dalam negeri juga kesulitan bersaing manakala harga gas masih cenderung tinggi. Sebagai bagian dari sektor manufaktur, ia mengkhawatirkan penurunan daya saing industri kaca bisa berdampak pada perlambatan ekonomi Indonesia secara keseluruhan.

Baca Juga: Gas bumi menjadi salah satu kunci penggerak ekonomi

“Sektor manufaktur punya dampak yang besar bagi ekonomi nasional. Apalagi, industri ini juga menyerap banyak tenaga kerja,” ujar dia, Jumat lalu.

Sementara itu, Ketua Asosiasi Kimia Dasar Anorganik Indonesia (Akida) Michael Susanto Pardi mempertanyakan mengapa hingga kini Perpres No 40 Tahun 2016 tak juga diterapkan secara konkret.

Ia menyebut, rata-rata harga gas industri Indonesia berada di level US$ 9,3 per MMBtu. Di sisi lain, harga gas industri di negara-negara tetangga rata-rata di kisaran US$ 4—US$ 6 per MMBtu.

Hal ini membuat biaya produksi bagi produk-produk kimia mengalami peningkatan. Mau tidak mau, pengusaha mesti menaikkan harga jual produknya. Tapi risikonya, ada ancaman serangan produk kimia dari luar negeri yang dijual lebih murah.

Baca Juga: Penetapan dua KEK di Batam molor, ini penyebabnya

Pada dasarnya, Akida tidak meminta agar harga gas industri di Indonesia lebih murah ketimbang negara tetangga. “Yang kami perlukan harga gas yang setara agar bisa berkompetisi di level yang sama dengan mereka,” ungkapnya akhir pekan lalu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×