kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45932,69   4,34   0.47%
  • EMAS1.335.000 1,06%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Penurunan SKT diperkirakan akan menambah jumlah pengangguran


Selasa, 07 Agustus 2018 / 22:45 WIB
Penurunan SKT diperkirakan akan menambah jumlah pengangguran
ILUSTRASI. INDUSTRI ROKOK - BURUH LINTING


Reporter: Patricius Dewo | Editor: Agung Jatmiko

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI), Bambang Haryo Soekartono, mengatakan, penurunan pada industri Sigaret Kretek Tangan (SKT) yang terjadi saat ini akan mengakibatkan pengangguran yang besar. Hal ini disampaikannya pada saat peninjauan salah satu pabrik SKT di Surabaya. Menurutnya penurnan ini, akan berakibat pada berkurangnya buruh di industri SKT

"SKT ini di 2018, sudah turun dibanding 2017, ada 5% kurang lebih, Nah ini berarti 5% dari jumlah pelinting ini pasti akan PHK, terus siapa yang mau menerima buruh ter-PHK,” ujar Bambang dikutip dari siaran pers. Selasa (7/8).

Selain itu, ia juga menyayangkan bila sampai ada lagi pengurangan buruh yang ada di industri SKT. Mengingat para buruh SKT tersebut telah membawa multiplier effect bagi ekonomi daerah.

“Buruh-buruh ini juga membawa dampak ekonomi disekitar pabrik-pabrik itu sendiri. Ini dampak ekonomi mulai dari kost-kostan, tempat jual makanan, dan lain-lain. Pergerakan ekonomi pun hidup,” kata bambang.

Selanjutnya, Bambang Haryo menegaskan bahwa pemerintah perlu untuk memberikan berbagai insentif bagi industri SKT. Seperti dengan tidak menaikkan cukai rokok kembali. “Cukai rokok tidak perlu dinaikkan lagi, itu sudah yang terbesar. Karena jumlah total pajak cukai, PPN, dan pajak daerah, itu totalnya sudah mendekati 70% dari total harga rokok itu sendiri,” tegasnya.

Menurutnya kenaikkan cukai akan berdampak pada penurunan pendapatan negara dari pajak yang didapat dari rokok tersebut. “Pendapatan cukai rokok adalah terbesar peringkat tiga dibanding pendapatan negara, dan masuk dalam 15% dari APBN kita. Jadi jangan sampai ini terganggu kondisinya sehingga akhirnya masyarakat yang dirugikan."

Sebelumnya Sudarto Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja Rokok, Tembakau, Makanan dan Minuman (FSP RTMM SPSI) mengatakan pekerja SKT pada umumnya pekerja SKT adalah perempuan dengan pendidikan rendah. Mereka yang ter-PHK tidak dapat bisa bersaing dengan tenaga kerja lainnya jika ada kesempatan kerja.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×