kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.347.000 0,15%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pertalite laris, saat tepat hapus subsidi


Senin, 13 Juni 2016 / 13:05 WIB
Pertalite laris, saat tepat hapus subsidi


Reporter: Emir Yanwardhana, Febrina Ratna Iskana | Editor: Dupla Kartini

JAKARTA. Tak berbeda dengan pelaku bisnis lain, PT Pertamina (Persero) juga mengantongi pertumbuhan penjualan pada momen Ramadhan. Menurut catatan mereka, penjualan bahan bakar minyak (BBM) non subsidi lebih unggul ketimbang BBM bersubsidi, untuk periode saat ini ketimbang awal tahun.

Pertalite mencatatkan penjualan tertinggi dalam kategori BBM non subsidi. Jika rata-rata penjualan per hari pertalite pada Januari 2016 sebesar 3.100 kiloliter (kl), kini menjadi 12.200 kl.

Sementara penjualan harian pertamax atau RON 92 saat ini mencapai 13.600 kl. Volume penjualan itu naik hampir dua kali lipat dibandingkan dengan periode Januari lalu yakni 7.000 kl per hari.

Sementara pemakaian BBM yang harganya diatur pemerintah yakni premium justru susut 11,53% menjadi 67.550 kl per hari. Senada seirama, penjualan solar bersubsidi juga turun, dari 35.173 kl per hari menjadi 31.118 kl per hari. Jika dihitung, persentase penurunannya juga 11,53%.

Manajemen Pertamina berpendapat, kenaikan pembelian BBM menjelang Ramadan, bukan hal baru. Yang baru kali, mereka menduga kehadiran pertalite dengan harga jual tak jauh beda dengan premium, membikin produk itu melejit. "Kan pasarnya sama jadi kalau ada yang naik,  jenis yang lain juga akan turun," ujar Vice President Corporate Communication PT Pertamina Wianda Pusponegoro, Minggu (12/6).

Informasi saja, harga jual premium saat ini Rp 6.750 per liter. Sementara harga jual per liter pertalite dan pertamax, masing-masing sebesar Rp 7.100 dan Rp 7.350.  

Kepala Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) Andy Noorsaman Sommeng berpendapat, ada perubahan perilaku konsumen. Konsumen mulai melihat korelasi antara kualitas BBM dengan upaya untuk menjaga mesin kendaraan dan efisiensi konsumsi BBM.

Alasan lain yang tak kalah penting adalah soal teknis. Sejauh ini, pembelian pertalite lebih mudah ketimbang premium yang biasanya harus mengantre panjang.

Lebih dari itu, BPH Migas melihat ini adalah waktu yang tepat untuk merealisasikan wacana lama , yaitu mengalihkan subsidi BBM ke bentuk lain yang lebih tepat sasaran. "Kalau tidak ada subsidi, fiskal lebih sehat dan defisit akan berkurang karena sekarang kan hampir semuanya impor," ujar Andy kepada KONTAN kepada Minggu (12/6).

Namun, Pertamina justru belum siap merealisasikan wacana tersebut. "Angkutan umum dan pelaku usaha kecil banyak yang memakai (premium)," kata Direktur Pengolahan PT Pertamina (Persero) Rahmad Hardadi, saat kunjungan kerja PT Pertamina di Balikpapan, Kalimantan Selatan Kamis (9/6).

Meskipun tak berencana menyetop penjualan premium, Pertamina terus menambah produk BBM non subsidi misalnya RON 98 bernama pertamax turbo. Kilang Cilacap akan mengolah produk baru itu. Selebihnya, Pertamina masih merahasiakan detail pertamax turbo tersebut.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×