kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.347.000 0,15%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Produksi stabil, harga DOC terkerek


Senin, 28 Agustus 2017 / 17:24 WIB
Produksi stabil, harga DOC terkerek


Reporter: Lidya Yuniartha | Editor: Sanny Cicilia

KONTAN.CO.ID - Produksi bibit ayam atau day old chicken (DOC) dalam beberapa waktu terakhir tergolong stabil. Hal tersebut diutarakan Sigit Prabowo, Ketua Perhimpunan Peternak Unggas Nusantara (PPUN).

Dari data yang dimilikinya, produksi DOC berkisar 64 juta ekor per minggu.

Hal yang sama juga diutarakan oleh Ketua Umum Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat (Pinsar) Indonesia Singgih Januratmoko. Bulan ini memang terjadi pengurangan DOC akibat kebijakan afkir dini yang ditetapkan pemerintah.

Meski begitu dia mengatakan, hingga Oktober diprediksi, produksi DOC akan kembali mencapai 60 juta hingga 65 juta ekor per ekor.

Harga DOC mengalami kenaikan hingga Rp 5.000 - Rp 5.200 per ekor. Sebelumnya harga DOC berkisar Rp 4.500 per ekor. Menurut Sigit, hal ini dikarenakan penyerapan DOC yang tinggi oleh peternak mandiri.

"Sekarang ini kan peternak mandiri terus mengembangkan usahanya. Mereka membuka kemitraan-kemitraan. Itu otomatis meningkatkan serapan DOC," tutur Sigit, Senin (28/8).

Kenaikan ini turut berdampak pada harga pokok produksi yang meningkat. Saat ini harga pokok produksi berkisar Rp 18.500 sampai Rp 19.000, sementara normalnya harga pokok produksi hanya berkisar Rp 17.500 - Rp 18.000. Peningkatan harga produksi ini juga turut disumbang oleh kenaikan harga pakan ternak seperti jagung yang saat ini sudah menyentuh Rp 4.200 per kg.

Sigit dan Singgih berpendapat saat ini harga ayam di tingkat peternak tidak kunjung mengalami kenaikan, sementara harga di pasar cenderung tinggi. Hal tersebut disebabkan oleh penyerapan di pasar seperti untuk rumah potong hanya berkisar 15% - 20% atau sekitar 10 juta ekor setiap minggunya. Padahal, menurut Sigit, peternak harus tetap menjual persediaan DOCnya.

"Inilah yang menyebabkan harga di tingkat peternak tertekan. Kalau tidak segera dijual maka akan merugikan petani. Kan masih ada biaya untuk pakan dan lainnya," jelas Sigit.

Untuk mengatasi hal ini, Sigit berpendapat bahwa diperlukan penataan pasca panen. Apalagi dalam beberapa bulan ke depan, ada acara-acara besar seperti idul adha yang menyebabkan permintaan atas ayam akan ikut menurun 10% - 15%.

"Seharusnya produksi 64 juta tidak akan masalah asalkan ada penataan pasca panen. Jadi, waktu demand normal atau turun, ayam bisa dipotong dan disimpan di cold storage. Jadi, ketika permintaan tinggi bisa dikeluarkan lagi," tutur Sigit.

Sementara itu, Singgih mengutarakan bahwa peternakan terintegrasi seharusnya memiliki rumah potong ayam untuk bisa menyerap produksi ayam nasional. "Penyerapan oleh rumah potong memang belum bertambah-tambah masih stabil sejak dulu, tetapi nanti Desember mereka wajib memiliki RPA," tutur Singgih.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×