kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45927,46   6,00   0.65%
  • EMAS1.325.000 -1,34%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Regulasi gambut turunkan rating investasi Indonesia


Rabu, 07 Februari 2018 / 16:19 WIB
Regulasi gambut turunkan rating investasi Indonesia
ILUSTRASI. SEKAT KANAL LAHAN GAMBUT


Reporter: Lidya Yuniartha | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Presiden Joko Widodo (Jokowi) dipandang perlu menghapus regulasi serta membenahi sejumlah peraturan daerah (perda) bermasalah yang berpotensi mengakibatkan turunnya peringkat kelayakan (rating) investasi Indonesia.

Peneliti Senior Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Universitas Indonesia (UI), Riyanto mengatakan, salah satu regulasi yang perlu dihapus yakni Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 57/2016 tentang perlindungan dan pengelolaan ekosistem gambut karena menghambat investasi pada sektor perkebunan dan kehutanan.

Kata Riyanto, berdasarkan kajian Lee Kuan Yew School of Public Policy, di sejumlah provinsi yang menjadi sentra perkebunan sawit dan hutan tanaman industri (HTI) seperti Riau dan Sumatera Selatan, saat ini peringkat investasinya anjlok.

Anjloknya peringkat investasi daerah akan mempengaruhi rating investasi Indonesia. Padahal, sebelumnya tiga pemeringkat investasi internasional, yakni Fitch Ratings, Standards and Poor’s, dan Moody’s Investor Service, memberi rapor sangat positif terhadap iklim investasi Indonesia.

Riyanto mengingatkan, pemerintah perlu mempunyai mitigasi ekonomi yakni solusi jika PP gambut diberlakukan seperti, anjloknya investasi, naiknya tingkat pengangguran, tidak adanya kepastian berusaha serta terbengkalainya pembangunan infrastruktur.

”Saat ini yang banyak digembar-gemborkan hanya mitigasi lingkungan namun tidak menyentuh dampak ekonomi dan sosial yang bisa mempengaruhi sendi-sendi perekonomian dan merusak tatanan bangsa,” kata Riyanto seperti yang tertera dalam keterangan tertulis yang diterima KONTAN, Rabu (7/2).

Riyanto menjelaskan, investasi pada sektor kehutanan dan perkebunan saat ini mencapai angka lebih dari Rp 277,32 triliun. Jika PP gambut diberlakukan sekitar 45% dari investasi tersebut bakal terganggu. Dampaknya tidak hanya pada industri sawit dan HTI namun juga pada sektor lain seperti perbankan, infrastruktur dan industri pengolahan.

Lebih lanjut dia mengatakan, total investasi industri hulu dan hilir kehutanan dan investasi hulu dan hilir perkebunan yang dibiayai pinjaman dalam negeri mencapai Rp 83,75 triliun dan pinjaman luar negeri senilai Rp 193,57 triliun.

Sektor industri pengolahan juga mempunyai kontribusi Rp 254 triliun terhadap Produk domestik bruto (PDB) juga akan terkena. Sebab komposisi sektor ini, lebih dari 70% berasal dari produk-produk turunan minyak kelapa sawit mentah (CPO) yang nilainya mencapai Rp 1.800 triliun.

Ketua Umum Ketua Masyarakat Sawit Indonesia (MAKS) Darmono Taniwiryono pun mengingatkan, penerbitan regulasi lahan seharusnya mempunyai kontribusi positif untuk menunjang tujuan pembangunan berkelanjutan (sustainable development goals/SDG) melalui pengelolaan lahan gambut terpadu dan bijaksana.

Sayangnya, kajian ilmiah puluhan perguruan tinggi dan lembaga independen termasuk MAKSI menunjukkan bahwa PP 57/2016 tidak mendukung tujuan pembangunan berkelanjutan dan bisa mematikan pertumbuhan industri sawit yang menjadi tulang perekonomian nasional.

“Jika PP itu dipaksakan, dampaknya sangat jelas yakni hilangnya pendapatan dan pekerjaan masyarakat, berkurangnya pendapatan asli daerah, berkurangnya pendapatan negara dari pajak, hilangnya devisa ekspor dan PHK massal,” ujar Darmono.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP) Trik & Tips yang Aman Menggunakan Pihak Ketiga (Agency, Debt Collector & Advokat) dalam Penagihan Kredit / Piutang Macet

[X]
×