kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Rio Tinto menolak proposal diskon dari Inalum


Selasa, 24 April 2018 / 11:05 WIB
Rio Tinto menolak proposal diskon dari Inalum
ILUSTRASI. Tambang Emas Terbesar di Dunia - Grasberg


Reporter: Pratama Guitarra | Editor: Dupla Kartini

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rio Tinto Plc dikabarkan menolak permintaan diskon 20% atas harga 40% hak partisipasi alias participating interest (PI) Rio Tinto di tambang emas Grasberg yang akan dibeli PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum). Padahal batas negosiasi semakin sempit lantaran Presiden Joko Widodo menginginkan transaksi pembelian itu tidak lewat dari bulan April 2018.

Tak hanya dengan Rio Tinto, negosiasi dengan Freeport Indonesia untuk menggenapkan mendapat divestasi 51% saham sampai saat ini otomatis belum dilakukan. Negosiasi tersebut masih menunggu penyelesaian transaksi dengan Rio Tinto.

Sumber KONTAN di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan, sesungguhnya sudah ada kesepakatan harga antara Inalum dengan Rio Tinto. Tapi, Rio Tinto keberatan dengan permintaan diskon harga yang berdasarkan hasil perhitungan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas kerugian kerusakan lingkungan di area tambang Freeport Indonesia.

Sang sumber mengaku tidak mengetahui harga yang ditawarkan oleh Inalum. Yang jelas, kata dia, harganya tidak jauh berbeda dengan valuasi yang sudah ditentukan oleh Deutsche bank sebesar US$ 3,3 miliar dengan hitungan valuasi sampai dengan tahun 2041. "Rio Tinto hanya keberatan penetapan diskon harga berdasarkan audit BPK. Tapi besaran diskon sendiri juga belum disepakati," terangnya kepada KONTAN, Senin (23/4).

Untuk mendapatkan angka diskon tersebut, Inalum menunggu hasil perhitungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Kementerian ini dianggap lebih berkompeten menghitung kerugian kerusakan lingkungan di sana. "Jadi tidak menunggu BPK lagi. Hari-hari ini masih akan dibahas secara intensif, diharapkan akhir April selesai," tandasnya.

KONTAN sudah berusaha mengirimkan pertanyaan kepada Rio Tinto melalui surat elektronik soal alasan keberatan soal diskon tersebut. Surel itu ditujukan kepada David Outhwaite, Media Relations Contact Rio Tinto Plc melaui emailmedia.enquiries@riotinto.com. Namun sampai tulisan ini naik cetak belum mendapatkan konfirmasi dari Rio Tinto.

Berdasarkan dokumen resmi Inalum yang diterima KONTAN, ada lima lembaga keuangan yang menghitung valuasi harga hak partisipasi 40% Rio Tinto Hitungan ersebut sampai tahun 2041.

Di antaranya hitungan valuasi Morgan Stanley mencapai US$ 3,6 miliar. Lalu Deutsche Bank yang dipakai oleh Rio Tinto dengan harga US$ 3,3 miliar. Kemudian HSBC mencapai US$ 3,85 miliar. Dan UBS mencapai US$ 4 miliar, setelah itu RBC sebesar US$ 3,73 miliar.

Saat dikonfirmasi KONTAN, Head of Corporate Communication Inalum Rendi A Witular irit bicara. Ia hanya bilang Inalum masih mengusahakan negosiasi dengan Rio Tinto bisa selesai akhir April ini. "Masih proses dan mohon doanya," terangnya kepada KONTAN, Senin (23/4).

Ia juga enggan mengungkapkan diskon yang diminta Inalum akan dihitung oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, terkait dengan kerusakan lingkungan. "Silakan tanya ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutananm ya," ujarnya.

Deputi Bidang Pertambangan, Industri Strategis, dan Media Kementerian BUMN, Fajar Harry Sampurno juga belum menjawab pertanyaan KONTAN. Hitungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan akan menjadi acuan Inalum mendapatkan diskon dengan skema hitungan cash out flow discount

DirekturCentre for Indonesian Resources Strategic Studies (Ciruss) Budi Santoso menilai, secara konsep pembelian hak partisipasi sebesar 40% milik Rio Tinto dengan skema cash out flow discount memang metode umum untuk menemukan valuasi. Hanya saja ada hal-hal yang perlu dimasukkan, seperti risiko, yang bisa menyebabkan validasinya berkurang.

Cash out flow discount memasukan mineral sebagai pendapatan, artinya mineral adalah milik pemegang Kontrak Karya. "Padahal mineral milik negara. Dan kontraktor itu hanya dibayar ketika kerja, bukan menjadi pemilik mineral," tegas Budi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Mastering Financial Analysis Training for First-Time Sales Supervisor/Manager 1-day Program

[X]
×