kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Sampoerna Agro pantau perkembangan perang dagang


Rabu, 11 Juli 2018 / 17:43 WIB
Sampoerna Agro pantau perkembangan perang dagang


Reporter: Lidya Yuniartha | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Perseteruan dagang yang tengah terjadi antara Amerika Serikat (AS) dan China turut berdampak pada permintaan minyak nabati. Dalam beberapa pekan terakhir, permintaan kedelai pun menurun yang turut berdampak pada komoditas sawit Indonesia.

Dalam keterangan tertulisnya, Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) menyebut, harga sawit pun turut menurun. Harga rata-rata crude palm oil (CPO) global pada Mei 2018 menurun US$ 8,6 dibandingkan bulan sebelumnya, yakni dari US$ 662,2 per metrik ton menjadi US$ 653,6 per metrik ton. Dan diperkirakan harga masih akan menurun melihat pasokan produksi sawit Malaysia dan Indonesia yang besar.

Head of Investor Relations PT Sampoerna Agro Tbk (SGRO) Michael Kesuma membenarkan bahwa dalam beberapa waktu terakhir harga minyak sawit memang menurun. Meski produk sawit SGRO dijual di dalam negeri, namun harga yang menurun ini pun turut mempengaruhi nilai penjualan SGRO.

Michael mengatakan, SGRO masih terus memantau perkembangan perang dagang antara dua negara tersebut. “Ini masih baru permulaan. Kita masih akan melihat bagaimana perkembangannya. Karena yang saya dengar Amerika pun masih akan melakukan sejumlah tindakan,” ujar Michael kepada Kontan.co.id, Rabu (11/7).

Menurut Michael, terdapat dua resiko pada sektor minyak nabati akibat perang dagang ini. Pertama, akan terjadi perubahan arus perdagangan karena China akan sebisa mungkin menghindari membeli kedelai dari Amerika. Menurutnya, China akan berupaya untuk membeli dari negara-negara lain penghasil kedelai.

“Perubahan arus perdagangan ini terjadi dengan catatan konsumsi China tetap. Namun, ada kemungkinan bila perubahan arus perdagangan terjadi, maka negara-negara tersebut akan memproteksi perdagangannya,” tambah Michael.

Dampak yang lebih besar akan terjadi apabila China memutuskan menurunkan konsumsi kedelai atau minyak nabatinya. Tak hanya China dan Amerika yang merugi, namun negara-negara lain penghasil minyak nabati pun akan dirugikan. Pasalnya, permintaan turun, pasokan tetap, dan harga akan terus menurun.

Selain memantau perang dagang ini, Michael mengatakan, pihaknya pun berupaya untuk tidak mengambil utang dalam bentuk kurs asing. Ini dikarenakan adanya perlemahan rupiah terhadap rupiah. “Salah satu strategi kami saat ini juga tidak mengambil utang dalam kurs asing. Kami memang konservatif. Ini kebijakan keuangan kami,” tandas Michael.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×