kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Sebanyak 65% industri pariwisata secara global tidak siap hadapi krisis


Rabu, 29 Juli 2020 / 16:10 WIB
Sebanyak 65% industri pariwisata secara global tidak siap hadapi krisis
ILUSTRASI. Sebanyak 65% industri pariwisata secara global tidak siap hadapi krisis. ANTARA FOTO/Anis Efizudin/aww.


Reporter: Selvi Mayasari | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pandemi COVID-19 memasuki bulan keenam secara global yang menghantam berbagai industri khususnya pariwisata. Pacific Asia Travel Association (PATA) mengklaim, turunnya jumlah wisatawan secara global menyentuh angka minus 117,1% berdasarkan persentase pemesanan perjalanan internasional sejak Januari hingga Juni 2020.

Wilayah Amerika dan Asia Pasifik menjadi daerah yang paling terpuruk dengan penurunan kunjungan masing-masing minus 131,6% dan 125,1%.

CEO Pacific Asia Travel Association (PATA) Mario Hardy menyampaikan, penurunan jumlah wisatawan berimbas tidak hanya pada gross domestic product (GDP) tiap wilayah namun juga jumlah pekerja di sektor pariwisata.

Baca Juga: Banyuwangi bakal jadi destinasi wisata favorit usai pandemi Covid

Menurutnya, jika pada tahun 2019 GDP dari sektor travel dan pariwisata mencapai 10,3% dari ekonomi global atau setara dengan US$ 8,9 triliun, pada tahun ini angka GDP mengalami kemerosotan hingga US$ 2,1 triliun atau sebesar 23%. Sebanyak 75 juta pekerja di sektor travel dan pariwisata juga terancam tidak bisa bertahan akibat COVID-19 karena ketidaksiapan dalam menghadapi krisis.

“Sebanyak 65% industri secara global tidak siap menghadapi krisis, 38% dari mereka terpaksa memutus kontrak kerja dengan karyawan. Oleh karena itu pariwisata harus segera recover,” ungkap Mario dalam paparannya pada diskusi Planet Tourism Indonesia 2020 yang diselenggarakan oleh MarkPlus Tourism, Rabu (29/7).

Menurut Mario untuk pemulihan pariwisata di masa pandemi, industri akan mengalami 5 fase dimulai dari kehilangan wisatawan, masyarakat fokus pada penurunan jumlah kasus, munculnya keberanian masyarakat lokal mengunjungi tempat umum seperti restoran, dan berujung pada kegiatan wisata domestik yang akan disusul oleh wisata internasional. Meskipun masih dalam proses yang bisa memakan waktu hingga 12 bulan ke depan, Mario meyakini penggunaan teknologi dapat membantu pemulihan pariwisata lebih cepat.

Mario mengatakan, wisatawan harus dipastikan untuk mematuhi protokol clean, health, dan safety (CHS) baru dalam berpergian dimulai dari prosedur sebelum penerbangan hingga kepulangan menuju daerah asalnya. Pengurangan kontak dalam aktivitas / touchless program yang berkaitan dengan wisata juga perlu ditingkatkan mengingat cara penyebaran virus.

Baca Juga: Indonesia gandeng Australia untuk hidupkan kembali sektor pariwisata

Touchless program dan teknologi lainnya sebenarnya sudah ada sebelum adanya COVID-19 tapi sekarang jadi accelerating. Ini yang harus ditekankan. Penggunaan teknologi jadi krusial,” paparnya.

Ia menyebut, industri pariwisata bisa melihat teknologi sebagai peluang untuk bangkit. Saat ini adalah waktu yang tepat untuk mempersiapkan program yang berfokus pada minimalisir kontak wisatawan yang satu dengan yang lain. Selain itu, travel insurance juga dinilai akan menjadi salah satu aspek yang menjadi pertimbangan wisatawan di era next normal.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×