kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Tarif cukai rokok dan pandemi bikin industri hasil tembakau babak belur


Selasa, 27 Oktober 2020 / 09:44 WIB
Tarif cukai rokok dan pandemi bikin industri hasil tembakau babak belur
ILUSTRASI. Petani menjemur daun tembakau hasil panen dari ladangnya di Desa Tatung, Balong, Ponorogo, Jawa Timur, Selasa (8/9/2020).


Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Beredar kabar bahwa pemerintah hendak menaikkan tarif cukai rokok sebesar 17%-19% untuk 2021. Kabar ini dengan cepat bergulir menjadi isu yang memberikan sentimen negatif kepada pelaku usaha di sektor Industri Hasil Tembakau (IHT).

Menanggapi isu yang beredar ini, Koordinator Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK) Azami Mohammad merespons dengan meminta pemerintah agar tidak menaikkan tarif cukai rokok di tahun 2021. Pemerintah perlu mempertimbangkan kondisi industri yang saat ini tertekan akibat tarif cukai yang terlalu tinggi di 2020 serta dampak Covid-19.

Asal tahu saja, pada masa pandemi ini sektor IHT mengalami kontraksi yang cukup dalam sebesar -10,84% Year on Year (yoy). Bahkan pada saat kuartal kedua lalu, IHT mengalami kontraksi yang cukup besar sebanyak -17,59% akibat menurunnya produksi rokok.

“Kondisi IHT saat ini sedang tertekan. Kenaikan tarif cukai sebesar 23% dan HJE sebesar 35% membuat rokok semakin tidak terjangkau oleh konsumen. Produksi dan volume penjualan menjadi turun. Ditambah Covid-19 memukul telak daya beli masyarakat. Ibarat jatuh tertimpa tangga pula,” ujar Azami dalam keterangan resmi, Sabtu (24/10).

Baca Juga: Bea Cukai bongkar upaya peredaran pisau cukur impor palsu

Padahal, sektor IHT memberikan kontribusi yang besar bagi penerimaan negara. Cukai rokok menyumbang hingga 97% dari total keseluruhan penerimaan cukai serta menyumbang hingga 11% dari total APBN. Bahkan di saat penerimaan negara tersendat akibat dampak Covid-19, realisasi penerimaan cukai sepanjang Januari-September 2020 tetap tumbuh 7,24% yoy.

Namun kontribusi yang besar ini berpotensi hilang jika kebijakan terkait tarif cukai terus-menerus diberlakukan eksesif setiap tahunnya. Azami mengatakan teori bahwa kenaikan tarif cukai dapat menambah penerimaan tidak mungkin linier. Akan ada titik optimum di mana industri tidak sanggup lagi membayar cukai atau mengalami diminishing returns.

“Pemerintah harus bijak, jangan terus-terusan ditekan dengan kebijakan tarif cukai yang eksesif. Nantinya jika sektor IHT tumbang, maka potensi lost penerimaan negara sangat besar. Sekarang saja setidaknya butuh waktu sekitar 2 tahunan untuk bisa pulih dari krisis akibat kenaikan cukai yang eksesif dan pandemi Covid-19,” tandas Azami.

Baca Juga: AMTI minta pemerintah perhatikan kesejahteraan petani tembakau dan cengkih

Adapun sektor IHT yang paling rentan terdampak dalam setiap kebijakan pemerintah adalah petani dan buruh yang ada di sektor hulu. Tahun ini menjadi tahun yang kelam bagi petani tembakau dan cengkeh, dikarenakan terdapat penurunan serapan bahan baku sebesar 30%-40%. Penurunan serapan ini lagi-lagi dikarenakan adanya penurunan volume produksi dari pabrikan.

Di sisi ketenagakerjaan, berdasarkan hasil survey dari para peneliti Universitas Padjajaran (UNPAD) Bandung memperlihatkan adanya PHK yang terjadi di Jawa Timur. Di wilayah Pandaan sudah terjadi 851 PHK, lalu di Kediri terdapat 1.327 buruh pabrik yang terkena PHK. Data ini belum mencakup wilayah-wilayah lain yang menjadi sentra produksi rokok di Indonesia.

Selanjutnya: Tolak kenaikan cukai, serikat pekerja rokok tembakau bakal gelar demonstrasi

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×