kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Teknologi blockchain dalam aplikasi penghitungan suara


Jumat, 14 Juni 2019 / 21:45 WIB
Teknologi blockchain dalam aplikasi penghitungan suara


Reporter: Dadan M. Ramdan | Editor: Dadan M. Ramdan

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Kata blockchain kian menjadi kata yang cukup populer. Teknologi dibalik cryptocurrency ini menjadi bola bergulir yang menggelinding cepat sebagai buah dari perkembangan teknologi saat ini. Blockchain dapat memastikan semua transaksi dilakukan secara tepat, direkam dan disimpan secara aman, kesejarahan transaksinya juga dapat diakses secara publik.

Yang cukup menarik, pencatatan transaksi yang dapat disimpan ke dalam blockchain ini, tidak hanya berfungsi untuk transaksi keuangan saja. Ada banyak kegunaan lain yang bisa ditangani dan direkam ke dalam blockchain. Nah, salah satunya adalah untuk keperluan aplikasi sistem penghitungan suara dalam pemilihan umum. Pemilu adalah contoh kasus yang menarik, karena blockchain membantu menciptakan pembuktian yang tidak terbantahkan, sehingga mengurangi atau menghilangkan potensi ketidakpuasan dengan hasil pemilu.

Untuk itu, SettleMint memprakarsai konsep "Democracy Anchored", yaitu dengan "melabuhkan" data C1 dalam bentuk foto ke jaringan blockchain.  Sebelumnya, foto tersebut akan dicek oleh algoritma mesin yang dimoderatori oleh manusia untuk menandai apakah ada tanda-tanda bahwa kertas suara tersebut ada yang salah datanya. Menurut Matthew van Niekerk, CEO of SettleMint, dengan adanya jejak kriptografik pada setiap foto atau yang disebut dengan istilah hash, maka setiap foto bisa dipertanggungjawabkan keotentikannya. Perlu diketahui, blockchain merupakan data yang terekam dan terus bertambah atau disebut block, yang mana saling terhubung satu sama lain menggunakan kriptografi.

Adapun setiap blok memiliki kriptografi-kriptografi yang dibuat dari block-block yang sudah terbentuk sebelumnya, dan ditandai dengan waktu serta transaksi data. Dengan desain yang seperti itu, maka blockchain sangat resisten terhadap perubahan data. "Sekali terekam (recorded), maka data yang telah di-block tidak akan bisa diubah tanpa merubah urutan-urutan yang sebelumnya. Istilahnya, perubahan data harus mendapat persetujuan dari seluruh jaringan yang telah terbentuk," kata Matthew via email kepada KONTAN, baru-baru ini.

SettleMint mengklaim, bahwa teknologi ini bisa memberikan manfaat untuk meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat. Pemilu adalah contoh kasus yang menarik, karena blockchain membantu menciptakan pembuktian yang tidak terbantahkan. Alhasil, bisa mengurangi atau menghilangkan potensi ketidakpuasan dengan hasil pemilu. Matthew menjelaskan, di dalam sebuah negara yang geografisnya sangat luas dan rapuh dari sisi pengawasan, memilih kandidat dan partai politik menggunakan kertas adalah suatu hal yang normal. Dalam kasus Indonesia, 192 juta pemilih mencoblos dengan menggunakan kertas suara yang tersebar di lebih dari 800.000 TPS.

Kemudian, kotak suara yang sudah dikosongkan lalu dihitung oleh petugas KPPS bersama para saksi di TPS. Hasilnya lalu dituangkan ke dalam form C1. Platform ini akan menangkap hasil perhitungan dalam setiap TPS dan menganggregasi semuanya ke lima tingkatan, yaitu kelurahan, kecamatan, kabupaten/kota, provinsi, dan nasional. Setiap orang bisa mengakses dan melihat secara langsung berdasarkan per TPS. "Contohnya bisa diakses di Democracy Anchored," ungkapnya.

Apakah blockchain bisa menjamin dan memverifikasi bahwa tidak ada salah hitung dalam proses pemilu? Matthew menerangkan, teknologi ini dapat memverifikasi dokumen atau file yang tidak diubah sejak pertama kali diunggah, apakah berdasarkan data yang diinput oleh para saksi maupun hasil foto. "Sistem kami mengoleksi kedua elemen tersebut secara bersamaan. Cara ini memberikan nilai tambah yang besar sebagai bukti kalau sudah diinput, data tidak akan bisa dirusak atau diubah. Sistem ini bisa melacak kembali saksi yang pertama kali menginput data pada TPS dan membuat semua orang bisa mengakses data-data hasil perhitungan suara tersebut," terangnya.

Adapun jika ada yang salah, maka bisa diketaui siapa orang yang telah melakukan kesalahan tersebut. Dengan sistem yang terdesentralisasi seperti ini, maka semua orang didorong untuk berperan aktif mengawasi proses tersebut. Dengan demikian, hasil perhitungannya lebih berintegritas. Kalau mereka tidak mau melakukannya, data tersebut juga dapat diakses oleh semua peserta pemilu. Masing-masing ketua KPPS dapat mengumumkan hasil perhitungan di TPS-nya masing-masing dengan disaksikan oleh seluruh anggota-anggotanya dengan transparan. Hasilnya merupakan perhitungan resmi yang akurat dan kredibel.

Lebih lanjut Matthew menyebutkan, teknologi blockchain ini juga bisa melakukan uji forensik dari foto formulir C1 yang diinput dan tidak diubah sejak data dimasukkan. "Dalam studi kasus yang kami lakukan pada 100,000 TPS, sistem ini memberikan hasil dalam beberapa jam dengan hitungan yang akurasi 99,97%," sebutnya. Dengan demikian, setiap orang bisa melakukan pengecekan terhadap bukti-bukti perhitungan suara terebut melalui website dan juga melihat foto C1 dari LINK. Nah, bukti tersebut dapat digunakan jika terjadi perselisihan pada perhitungan suara.

Matthew pun mengutip pernyataan Pengamat Komunikasi Politik Effendi Gazali, yang mengatakan jika KPU menggunakan teknologi ini sebagai solusi perhitungan suara, maka Indonesia tidak akan jatuh pada perselisihan yang cukup panjang dan semi chaos seperti yang kita saksikan sekarang ini. Kita juga melihat bahwa jumlah petugas KPPS yang meninggal yang cukup besar, ditambah dengan kesalahan perhitungan dan rekapitulasi pada sistem KPU berdasarkan pengawasan Bawaslu.

Dengan menggunakan blockchain pada skala besar, kita bisa menjamin bahwa perhitungan hasil suara bisa dirilis hasilnya dalam waktu 6-12 jam sejak TPS ditutup, dan mencegah tensi politik serta pemalsuan hasil perhitungan. Yang terang, Matthew bilang, teknologi SettleMint bukanlah bertujuan untuk menunjukkan bahwa perhitungan manual dengan kertas suara merupakan sesuatu yang usang dalam pemilu. "Kami bukan ingin mengganti perhitungan yang menggunakan kertas suara, namun justru ingin melengkapi apa yang selama ini sudah berlangsung," tukasnya.

Di berbagai negara seperti Indonesia, LSM sangat aktif untuk menghitung hasil pemilu secara transparan. Mereka terus memantau perhitungan melalui sumber-sumber perwakilan di masing-masing TPS dan mengaggregasikannya ke tingkat nasional. Dalam setiap TPS, ada KPPS yang menghitung berdasarkan kertas suara, lalu mereka menyetujui hasilnya, mereka mencatumkan dalam form C1. Form tersebut lalu ditandatangani, difoto dan diunggah di WhatsApp dan media sosial.

Secara teknis, membuat database berdasarkan foto C1 bukanlah persoalan. Masalah yang timbul dalam pekerjaan gotong royong ini adalah spam. Mereka dibombardir dengan foto-foto palsu yang merusak kredibilitas. Mereka tidak bisa membuktikan bahwa foto-foto tersebut tidak diubah setelah mereka menginput ke database. Jadi, walaupun hasil kerja perhitungan suara tersebut bisa dilakukan oleh mereka yang menjadi relawan, tetap tidak dapat diketahui berapa hasilnya secara akurat karena adanya potensi perubahan seperti ini. SettleMint, yang diundang oleh Effendi Gazali, hadir untuk menyelesaikan persoalan kredibilitas hasil perhitungan tersebut dengan menggunakan blockchain.

Teknologi ini bisa memberikan bukti otentik yang mengkonfirmasikan hasil foto C1 secara cepat setelah perhitungan, sebagaimana bukti yang tidak terbantahkan bahwa foto C1 tidak diubah sejak pertama kali diunggah di database blockchain. "Secara ringkas, blockchain menawarkan kecepatan dan transparansi," tukas Matthew.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Mastering Financial Analysis Training for First-Time Sales Supervisor/Manager 1-day Program

[X]
×