kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45931,36   3,72   0.40%
  • EMAS1.320.000 -0,38%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

UMK Karawang Rp 3,9 juta per orang, pabrikan terpaksa relokasi ke Jateng


Kamis, 15 November 2018 / 19:56 WIB
UMK Karawang Rp 3,9 juta per orang, pabrikan terpaksa relokasi ke Jateng
ILUSTRASI. Menperin meninjau Pabrik PT ZTT Cable Indonesia


Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Azis Husaini

KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Tingginya upah minimum kabupaten (UMK) Karawang akan berdampak besar pada pengembangan kawasan industri dan juga pengembangan properti di wilayah tersebut. Asal tahu saja, UMK Karawang mencapai Rp 3,9 juta

Akibat UMK yang dinilai tinggi, sejak setahun lalu, sejumlah perusahaan padat karya (labour intensif) di san hengkang. Director Industrial and Logistic Services Colliers International Indonesia, Rivan Munansa mengatakan, hengkangnya perusahaan labour intensif dari sejumlah kawasan industri di Jabodetabek termasuk Karawang sudah terjadi beberapa tahun yang lalu, bukan hanya baru-baru ini saja.

Perusahaan-perusahaan tersebut mau tidak mau harus pindah ke wilayah dengan UMK yang lebih rendah agar tetap bisa bersaing dan bertahan. Menurutnya, tingginya upah buruh tersebut akan mengubah pasar kawasan industri di wilayah Karawang. Kawasan industri di Karawang hanya akan dihuni oleh perusahaan non padat karya.

"Perusahaan padat karya tidak akan mau masuk lagi ke wilayah tersebut. Atau perusahaan yang masih padat karya tetapi sulit keluar dari sana karena ekosistemnya ada disitu seperti industri otomotif maka mau tidak mau mereka akan mengakali dengan lebih banyak menggunakan mesin dan mengurangi tenaga kerja," jelas Rivan pada Kontan.co.id, Kamis (15/11).

Rivan mengatakan, tahun ini permintaan akan lahan industri di Karawang memang sedang lesu. Namun, penyebabnya bukan karena tingginya UMK di wilayah tersebut melainkan karena investor masih wit and see akibat faktor eksternal seperti fluktuasi nilai tukar dan perang dagang, serta faktor intenal yakni tahun politik.

Dia yakin usai tahun politik, permintaan lahan industri akan membaik. Industri labour intensif yang sudah mulai banyak berpindah ke arah Jawa Tengah menurutnya akan digantikan oleh perusahaan non padat karya terutama yang berkaitan dengan otomotif.

"Karawang itu pusat industri otomotif. Walaupun UMK disana tinggi susah untuk mereka pindah ke wilayah yang upah buruhnya lebih murah." jelas kata Rivan.

Walaupun saat ini kenaikan UMK di Karawangan masih ahnya berpengaruh ke industri labour intensive, Rivan melihat bukan tidak mungkin perusahaan non padat karya juga hengkang dari kawasan itu jika kenaikan upah tersebut terus mengalami kenaikan.

Sementara dari sisi pengembangan properti residensial dan komersial, Rivan melihat dampak tingginya UMK di Karawang bisa menurunkan permintaaan pasar. Hengkangnya perusahaan padat karya akan membuat jumlah pekerja di wilayah itu berkurang.

Potensi sewa dan beli hunian akan turun tidak hanya menengah ke bawah tetapi juga dari sektor menengah ke atas. "Manager-manager pabrik yang selama ini tinggal di Karawang juga akan ikut pindah ke wilayah Pabrik mereka direlokasi," tambah Rivan.

Kondisi tersebut menurutnya akan mempengaruhi rencana pengembangan kota-kota mandiri yang sedang dibangun oleh sejumlah pengembang di wilayah Karawang. Pasar untuk produk-produk propertinya tidak akan setinggi dulu.

Sementara Ketua Umum Asosiasi Pengembang Perumahan dan Pemukiman Seluruh Indonesia (APERSI), Junaidi Abdillah mengatakan, sejauh ini dampak dari hengkangnya sejumlah perusahaan padat karya dari Karawang belum dirasakan oleh pengembang rumah murah. "Permintaan akan rumah subsidi masih tetap tinggi," katanya.

Junaidi menambahkan, berdasarkan data Apersi, pembangunan rumah subsidi di Indonesia yang tertinggi masih tercatat di Jawa Barat terutama Karawang dan Bekasi. Di dua lokasi tersebut ada sebanyak 150 pengembang rumah murah yang merupakan anggota Apersi.

Walaupun dua daerah tersebut serapanya masih paling tinggi, namun Apersi melihat wilayah permintaan untuk wilayah Cipali hingga Jawa Tengah muali bergerak. "Dulu Brebes, Cirebon, tidak dilirik. Tetapi sekarang sudah semakin dilirik untuk pengembangan rumah murah karena kehadiran tol Cipali itu." kata Junaidi.

Seperti diketahui, sejak tahun 2017 sudah ada 21 perusahaan hengkang dari kawasan industri di Karawang demi menghindari UMK yang tinggi. Teranyar, lima perusahaan garmen bakal menyusul cabut dari Karawang yakni Tri Golden Wisesa, Sung Won, Ce Lim, Kido dan United Design.

Sementara dari data Kementerian Perindustrian, ada sekitar 2.387 ha lahan di Jawa Barat sedang dikembangkan menjadi 10 kawasan industri bertaraf nasional maupun internasional dimana 851 ha lahan berada di Karawang. Pengembangan proyek-proyek baru itu akan melengkapi belasan kawasan industri yang sudah beroperasi di Karawang saat ini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×