kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

UMP tahun depan naik, begini tanggapan Gapmmi


Senin, 28 Oktober 2019 / 05:45 WIB
UMP tahun depan naik, begini tanggapan Gapmmi
ILUSTRASI. Sejumlah buruh keluar dari pabrik Kahatex di Kabupaten Sumedang, Jawa Barat (9/11/2018). Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, tingkat pengangguran terbuka hingga Agustus 2018 mencapai tujuh juta orang atau 5,34 persen dari angkatan kerja. Diban


Reporter: Muhammad Julian | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Beberapa waktu yang lalu, pemerintah memutuskan untuk menaikkan Upah Minimum Provinsi (UMP) dan Upah Minimum Kabupaten/UMK sebesar 8,51% di tahun 2020.

Keputusan yang tertuang di dalam Surat Edaran (SE) Menteri Ketenagakerjaan Nomor B-m/308/HI.01.00/X/2019 tertanggal 15 Oktober 2019 tersebut didasarkan pada inflasi nasional sebesar 3,39% dan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,12%.

Keputusan tersebut mendapatkan respon yang kurang baik dari kalangan pelaku usaha. Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) Adhi S. Lukman menilai bahwa penetapan kenaikan UMP sebesar 8,51% cenderung memberatkan kalangan pelaku usaha.

Baca Juga: Johnson & Johnson Indonesia: Besaran UMP beri kepastian dunia usaha

Menurut pengamatan Adhi, beberapa negara lain di Asia Tenggara umumnya memiliki rata-rata kenaikan yang lebih rendah dibanding Indonesia, yakni sekitar 3%-4%. Beberapa negara seperti Singapura bahkan diketahui hampir tidak pernah menaikkan besaran UMP di negaranya.

Hal ini dikhawatirkan akan berdampak pada semakin menurunnya daya saing produk dalam negeri apabila dibandingkan dengan negara kompetitor.

“Karena kita lihat kemarin dari global competitiveness index saja kita masih kalah, kita nomor empat lah di ASEAN,” ujar Adhi kepada Kontan.co.id (27/10).

Baca Juga: Apindo perkirakan banyak pengusaha tunda realisasikan kenaikah upah buruh

Pasalnya, upah tenaga kerja memiliki porsi yang cukup besar dalam beban produksi industri makanan dan minuman, yakni bisa mencapai 15%-20% bagi industri yang padat karya serta di bawah 10% bagi industri yang sudah memiliki tingkat otomasi tinggi.

Padahal, sebelumnya industri dalam negeri sudah cukup kewalahan dalam bersaing dengan produk dari negara lain lantaran biaya produksi yang memang sudah tinggi sebelumnya. Hal ini dapat diamati pada beberapa kasus seperti misalnya Perang Dagang antara China dan Amerika Serikat.

Menurut Adhi, sebenarnya produk-produk mamin dalam negeri seperti misalnya teh, kopi dan tembakau memiliki potensi yang besar untuk memasuki pasar Amerika Serikat lantaran memiliki kualitas yang lebih baik dibanding produk dari negara lain.

Baca Juga: Soal UMP DKI 2020, Anies: Arahnya akan sesuai keputusan pemerintah

Hanya saja, penguasaan pasar teh, kopi dan tembakau dalam negeri pada akhirnya hanya berhasil menguasai sebagian kecil pasar Amerika Serikat lantaran kalah bersaing dengan produk-produk Thailand dan Vietnam dari segi harga. Dalam hal ini, kenaikan UMP sebesar 8,51% dinilai akan memperparah kondisi tersebut.

Oleh karenanya, Gapmmi menyarankan agar kenaikan UMP dilakukan berdasarkan produktivitas. Menurut keterangan Adhi, model pengupahan berdasarkan skema produktivitas sudah banyak di lakukan di beberapa negara lain seperti China.

Berdasarkan preseden yang ada di negara lain, sistem pengupahan berdasarkan produktivitas membawa hasil yang menguntungkan baik bagi pengusaha, maupun pekerja.

Baca Juga: Tuntut UMP DKI di atas Rp 4,3 juta, KSPI: Buruh butuh parfum dan kuota internet

“Kalau kenaikan berdasarkan produktivitas, karyawan atau pekerja itu akan mendapatkan income atau pendapatan yang tinggi, tapi produktivitas juga tinggi, sehingga rata-rata biaya per unit produk itu murah,” jelas Adhi kepada Kontan.co.id, Sabtu (27/10).

Terlepas dari penerapan kenaikan UMP di atas, Adhi menilai bahwa industri mamin masih memiliki prospek yang baik dan mampu bertumbuh 7%-9% di tahun 2020.

Dalam kondisi yang demikian, Gapmmi mencatat terdapat beberapa pelaku usaha industri mamin dalam negeri yang melakukan ekspansi dengan nilai total investasi sebesar Rp 31 triliun.

Adapun ekspansi yang dimaksud merujuk kepada pembangunan pabrik maupun penambahan kapasitas produksi melalui penambahan mesin produksi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Mastering Financial Analysis Training for First-Time Sales Supervisor/Manager 1-day Program

[X]
×