kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

APVI: Pengguna rokok elektrik harus hati-hati masuk ke Thailand


Jumat, 15 Maret 2019 / 20:13 WIB
APVI: Pengguna rokok elektrik harus hati-hati masuk ke Thailand


Reporter: Handoyo | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia (APVI) mengingatkan agar para wisatawan asal Indonesia yang menggunakan produk tembakau alternatif berhati-hati saat akan berkunjung ke Thailand.

Peringatan ini diberikan menyusul kasus penahanan terhadap Cecilia Cornu, 31 tahun, seorang wisatawan perempuan asal Perancis oleh kepolisian setempat akibat kedapatan membawa rokok elektrik.

Aryo Andrianto, Ketua Umum APVI, menegaskan penahanan wisatawan tersebut menjadi preseden buruk bagi sektor pariwisata di Asia. Wisatawan tentu akan berpikir ulang jika berniat berlibur ke negara yang melarang rokok elektronik. 

"Ini bisa jadi pelajaran juga bagi Indonesia. Kalau vape sampai dilarang sama seperti di Thailand, dampak pariwisatanya pasti terasa," kata Aryo dalam siaran persnya, Jumat (15/3).  

Aryo memberikan contoh pariwisata Bali. Saat ini, pengguna vape di Bali kebanyakan merupakan wisatawan mancanegara, terutama Australia. Maka jika Indonesia juga menerapkan larangan menggunakan rokok elektrik, kunjungan wisatawan asing ke Bali bisa berkurang signifikan.

Untungnya, Aryo mengatakan keberadaan produk tembakau alternatif di Indonesia sudah diakui oleh negara sebagai barang yang dikenai cukai. Kendati demikian, ada pembatasan rokok elektrik boleh digunakan hanya bagi yang sudah berusia di atas 18 tahun.  

Adanya aturan cukai bagi rokok elektrik juga terbukti memberikan pemasukan yang lebih baik bagi negara. Aryo menyebut, sejak November 2018 hingga akhir Januari 2019, cukai yang disumbangkan kepada negara sekitar Rp 200 miliar.

"Produk tembakau alternatif juga diapresiasi oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani sebagai industri baru yang mereka dukung dan mau memperhatikan industri ini," imbuh Aryo.

Menurut Aryo, kasus penahanan wisatawan di Thailand semestinya menjadi pelajaran berharga bagi negara-negara lain dalam menetapkan aturan mengenai produk tembakau alternatif.

Sebab, jika tidak dikelola dengan baik, pengaturan tersebut berpotensi merugikan sektor pariwisata yang selama ini menjadi salah satu andalan pendapatan negara. Peraturan produk tembakau alternatif seyogyanya tidak diarahkan kepada pelarangan mutlak. 

“Produk tembakau alternatif yang memiliki risiko lebih rendah seharusnya diatur secara baik dan perlu disosialisasikan kepada masyarakat,” kata Aryo.

Negara yang melarang tembakau alternatif menurutnya belum melakukan kajian secara lengkap tapi sudah membuat aturannya. Padahal hampir semua riset internasional menyebutkan bahwa produk tembakau alternatif memiliki risiko lebih rendah ketimbang rokok konvensional

Perlu diketahui, pada 30 Januari 2019, Cecilia Cornu, wisatawan Perancis ditangkap kepolisian Phuket, Thailand saat berlibur bersama tunangannya karena kedapatan membawa rokok elektrik. Akibatnya, ia ditahan di Kantor Polisi Karon selama empat hari tiga malam dalam sel yang sempit dan makanan yang tidak higienis. 

Ironisnya, polisi meminta uang suap sebesar 40.000 Baht atau setara dengan 18 juta rupiah agar Cecilia dibebaskan. Chiang Rai Times menulis, kasus ini mendapatkan reaksi keras dari komunitas vapor setempat. 

Maris Karanyawat, perwakilan kelompok End Cigarettes Smoke Thailand bahkan menegaskan akan meminta Perdana Menteri Thailand, Prayut Chan-o-cha mencabut larangan vaping di negara tersebut.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×