kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45931,36   3,72   0.40%
  • EMAS1.320.000 -0,38%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Dari permohonan PKPU, Banua Lima Sejurus ajukan eksekusi ulang


Rabu, 24 Oktober 2018 / 23:03 WIB
Dari permohonan PKPU, Banua Lima Sejurus ajukan eksekusi ulang
ILUSTRASI. Ilustrasi Simbol Hukum dan Keadilan


Reporter: Anggar Septiadi | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sengketa utang piutang antara 38 warga Kabupaten Tapin, Kalimantan Selatan dengan PT Banua Lima Sejurus sejatinya telah usai, lantaran permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) ke Banua ditolak Majelis Pengadilan Niaga Jakarta Pusat, Rabu (24/10).

Meski demikian, kuasa hukum Banua Zakian Nor dari Kantor Hukum Zakian Nor & Rekan justru menemukan fakta baru terkait pangkal perkara utang piutang ini, yaitu sengketa perebutan tanah antara 38 warga dengan Banua.

"Kami juga baru sadar ketika pemohon PKPU memberikan bukti-bukti. Bahwa ternyata ada perbedaan antara putusan dan penetapan eksekusi. Makanya kami mengajukan permohonan eksekusi ulang," kata Zakian kepada Kontan.co.id, Rabu (24/10) di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat.

Sengketa hukum bermula ketika Banua mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Rantau pada 2013 menggugat lahan Hak Guna Usaha Banua yang terbit sejak 1993 seluas 120,85 hektare. HGU yang digunakan Banua untuk menanam karet ini dinilai menyerobot lahan milik para warga.

Pada 21 Januari 2014, Pengadilan Negeri Rantau memutuskan objek sengketa tak berkekuatan hukum. Banua kalah. Beberapa upaya hukum lanjutan dilakukan Banua dan semuanya gagal.

Putusan banding pada 7 Mei 2014, putusan kasasi 22 April 2015, dan putusan peninjauan kembali pada 24 November 2016 memenangkan 38 warga, sementara Banua terus jadi naraperdata.

Serangkaian putusan tersebut terakumulasi melalui penetapan eksekusi dari Pengadilan Negeri Rantau pada 16 November 2016. Sementara dari hasil peta Badan Pertanahan Nasional Kalimantan Selatan pada 9 Agustus 2017, nyatanya eksekusi melebihi penetapan, yaitu mencapai 175,87 hektar.

"Kalau sekarang sudah tidak ada karet, karena sudah jadi tambang batubara, sudah rusak semua lahannya. Tapi ternyata usaha tambangnya melebihi penetapan eksekusi," sambung Zakian.

Atas permohonan eksekusi ulang, selain meminta kembali selisih 55,02 hektare Banua juga meminta ganti rugi material senilai Rp 1,76 miliar.

Dari penuturan Zakian, Izin Usaha Pertambangan di bawah lahan sengketa tersebut dipegang oleh PT Binuang Mitra Bersama, sementara operator pertambangan digarap oleh PT Petrosea Tbk (PTRO).

Dari Laporan Keuangan Petrosea Triwulan I/2018 diketahui, kedua pihak telah menjalin kerja sama sebelum adanya putusan PK, yaitu pada 13 Mei 2016, dan perjanjian efektif pada 6 Juni 2016 untuk jangka waktu empat tahun dengan nilai kontrak Rp 2,38 triliun.

Eksplorasi ini sendiri dapat menghasilkan 6,5 juta ton batubara per tahun, dan volume lapisan tanah penutup 28 juta BCM.

Pun pada 7 Februari 2017, Petrosea dan Binuang kembali perjanjian tambahan lantaran terjadi pertambahan wilayah pertambangan dengan periode 17 bulan ditambah opsi perpanjangan minimal dua tahun. Pertambahan wilayah ini sendiri turut menambah volume lapisan tanah penutup 2,8 juta BCM.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×