kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45921,71   -13,81   -1.48%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Ekonom: The Fed kerek suku bunga, BI tak perlu ikut-ikutan


Kamis, 20 Desember 2018 / 11:44 WIB
Ekonom: The Fed kerek suku bunga, BI tak perlu ikut-ikutan
ILUSTRASI. Logo Bank Indonesia


Reporter: Benedicta Prima | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. The Federal Reserve kembali menaikkan suku bunga menjadi 2,25% hingga 2,5% kemarin (19/12) waktu AS. Terkait hal ini, Bhima Yudhistira ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) berpendapat, Bank Indonesia (BI) tak perlu ikut-ikutan menaikkan suku bunganya.

"BI dirasa belum perlu untuk menaikkan bunga," ungkapnya saat dihubungi Kontan.co.id, Kamis (20/12).

Bhima juga memperkirakan BI akan menahan suku bunga di level 6% karena sudah pre-emptives dengan menaikkan suku bunga sebelum The Fed rate naik. Sehingga pelaku pasar pun sudah price in soal kenaikan suku bunga The Fed.

"Sinyal Fed yang dovish di 2019 dimana kenaikan bunga hanya dua kali membuat rupiah tetap dalam posisi menguat," jelasnya.

Untuk menjaga rupiah tidak mengalami depresiasi, Bhima menyarankan BI menggunakan cadangan devisa (cadev) untuk stabilisasi kurs jangka pendek. Apabila BI menggunakan suku bunga yang terlalu tinggi, bisa berisiko menghambat laju ekonomi karena naiknya cost of borrowing pelaku usaha.

"Lagi pula posisi cadev naik menjadi sekitar US$ 117 miliar di November. BI bisa konsisten melakukan intervensi dengan cadev apabila rupiah dirasa terlalu fluktuatif," jelasnya.

Saat ini, lanjutnya, yang paling penting adalah menurunkan defisit neraca transaksi berjalan (current account deficit/CAD) secara konsisten. Dalam jangka menengah panjang, CAD yang melebar membuat rupiah mengalami pelemahan.

Bhima mengatakan cara menekan CAD adalah dengan mengurangi impor migas lewat kenaikan produksi minyak sekaligus memperbaiki implementasi B20. Untuk impor bahan baku dan barang modal pemerintah perlu mengevaluasi lagi proyek infrastruktur non prioritas, khususnya yang impor bahan bakunya tinggi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×