kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Ekspor besi dari Pulau Sulawesi kalahkan ekspor besi dari Jawa


Minggu, 12 Juli 2020 / 05:10 WIB
Ekspor besi dari Pulau Sulawesi kalahkan ekspor besi dari Jawa


Reporter: Asnil Bambani Amri | Editor: Asnil Amri

KONTAN.CO.ID -  Tahun 2015 lalu menjadi tahun perdana bagi  Provinsi Sulawesi Tengah mengekspor besi dan baja ke China. Ekspor olahan besi perdana tersebut terlaksana setelah beberapa perusahaan pemurnian tambang alias smelter logam mulai beroperasi di Kawasan Industri Morowali atau PT Indonesia Morowali Industrial Park. 

Kini, hasil operasional dari pabrik pengolahan tambang itulah yang rutin membukukan devisa ke kantong negara. Dalam rentang waktu kurang dari lima tahun setelah ekspor perdana, kinerja ekspor besi dan baja dari Sulawesi Tengah semakin mempesona. Tujuan ekspornya adalah  Tiongkok. Merujuk data dari Badan Pusat Statistik (BPS), realisasi ekspor besi dan baja dari Sulawesi Tengah pada periode Januari–Mei 2020 mencapai US$ 2,4 miliar, atau naik 58,5% ketimbang ekspor periode sebelumnya US$ 1,5 miliar. 

Geliat ekspor besi dan baja ini menarik perhatian banyak kalangan, terutama jajaran pejabat pemerintah. Tentu ada pejabat yang gembira karena melihat tidak semua sektor industri  terpukul akibat pandemi Covid-19. Ini terbukti dengan kenaikan ekspor besi dan baja saat Indonesia sibuk menghadapi penangangan virus korona. Selain ekspor besi dan baja yang masuk kelompok logam dasar, ekspor yang juga tumbuh di periode yang sama adalah produk makanan.   

Yang tak kalah menarik, kontribusi ekspor besi dan baja dari Sulawesi Tengah ini tidaklah sedikit jumlahnya. Merujuk data BPS periode Januari-Mei 2020, untuk kode HS 72 (besi dan baja), kontribusi ekspor besi dan baja dari Sulawesi Tengah mendominasi angka ekspor nasional sampai 63%.

Adapun angka ekspor besi dan baja pada bulan Januari–Mei 2020 secara nasional tercatat senilai US$ 3,8 miliar, naik 35%  ketimbang realisasi ekspor pada periode yang sama tahun 2019. Data membuktikan, kenaikan ekspor besi dan baja dari Pulau Celebes ikut mendongkrak angka ekspor besi dan baja nasional. 

Kinerja ekspor besi dan baja dari Sulawesi Tengah juga sudah mematahkan dominasi ekspor besi dan baja yang selama ini di dominasi dari Pulau Jawa, yang biasanya dilakukan oleh PT Krakatau Steel Tbk (KRAS), Krakatau Posco, atau perusahaan baja lainnya yang berbasis ekspor.

Dari penelusuran KONTAN, kontribusi ekspor besi dan baja dari wilayah Sulawesi Tengah ini tak lepas dari pengoperasian kawasan industri khusus pengolahan hasil tambang atau smelter di daerah Morowali. Sejak mulai beroperasi tahun 2013 hingga saat ini, sudah ada 23 perusahaan yang bermukim dan menjalankan bisnis pemurnian hasil tambang di areal 2.000 hektare tersebut. 
“Semua industri yang ada di kawasan industri Morowali beroperasi normal dan tetap produksi saat wabah Covid-19,” kata Deddy  Kurniawan, Media Relations PT Indonesia Morowali Industrial Park kepada KONTAN, Rabu (8/7). 

Meski mengaku tidak mengetahui detail berapa angka ekspor dari kawasan itu, namun Dedy memastikan aktivitas industri tetap berjalan sebagaimana biasanya. Itu artinya, selama pemerintah menetapkan status bencana nasional terhadap wabah Covid-19,  perusahaan yang ada di kawasan industri Morowali tetap beroperasi normal – termasuk melakukan aktivitas ekspor.  

Namun, kinerja ekspor besi dari Pulau Sulawesi ini tak melulu  datang dari Sulawesi Tengah saja. Ekspor besi dan baja juga berasal dari Sulawesi Tenggara. Selama lima bulan pertama tahun ini, ekspornya juga naik 39%, dari US$ 505 juta menjadi US$ 702,6 juta. Sama dengan Sulawesi Tengah, negara tujuan ekspornya:  China.  Tujuan ekspor besi dan baja ke China karena bohir dari smelter-nya berasal dari China.

Salah satu eksportir logam dasar dari Sulawesi Tenggara itu bernama PT Virtue Dragon Nikel Industry, yang memproduksi nickel pig iron (NPI). NPI adalah salah satu bahan baku dasar untuk memproduksi stainless steel. Perusahaan yang berstatus sebagai penanaman modal asing (PMA) PMA China ini berdiri tahun 2014, yang merupakan anak usaha dari De Long Nickel Co Ltd yang berasal dari Jiangsu, Negeri Tiongkok.

Sejak berdiri, Virtue mulai sudah melakukan ekspor perdana pada tahun 2017. Sejak itu, perusahaan rutin melakukan ekspor, termasuk saat wabah Covid-19 meruyak. “Untuk produksi dan ekspor tidak ada masalah, tetap berjalan, meski memang operasional karyawan sebagian dibatasi untuk menjaga penularan,” kata Indra Yanto, External Affair Manager PT Virtue Dragon Nickel Industry.

Indra memastikan, aktivitas produksi NPI, termasuk untuk ekspor, tetap berjalan dengan normal. Meski demikian, sejumlah kebijakan operasional di pabrik disusun oleh perusahaan guna menghindari penularan virus korona ke karyawan. Adapun karyawan yang boleh masuk bekerja adalah karyawan yang tinggal di daerah hijau. Jika ada karyawan yang tinggal di luar zona hijau, maka perusahaan membatasi akses masuknya.    

Selain mengatur karyawan yang masuk kerja, operasional pengolahan hasil tambang itu juga menerapkan protokol dari WHO lainnya. Mulai dari pemeriksaan suhu tubuh saat kedatangan dan saat kepulangan karyawan, wajib memakai masker, menghindari keramaian, serta menerapkan jarak minimal antar karyawan.  

Terkait dengan nilai ekspor, Indra tak bisa memastikan angkanya. Namun yang pasti, tahun ini perusahaan asal negeri Tiongkok itu berencana ekspor sebanyak 1 juta ton NPI per tahun. Artinya, sampai dengan Juni ini, ada target ekspor perusahaan sebanyak 500.000 ton NPI. Tujuan ekspor utamanya adalah China, sesuai dengan menjadi kontrak pembeli dengan pemilik perusahaannya.  

Meskipun operasional produksi belum sepenuhnya normal, Indra bilang, belum ada rencana perusahaan merevisi target produksi. Sebab, target produksi yang mereka susun sudah mengacu pada rencana kerja yang diajukan ke Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM). “Seandainya ada rencana revisi, itu mungkin dilakukan mendekati akhir tahun,” jelas Indra.

Indra menambahkan, geliat ekspor besi dan baja yang telah dilakukan perusahaan tidak hanya berdampak ke pemilik modal saja, tetapi juga ke tenaga kerja serta warga Sulawesi Tenggara. Penyerapan tenaga kerja ikut memberikan dampak pada geliat ekonomi di daerah tersebut, khususnya di Kota Kendari. Ini terlihat dari inflasi di Kota Kendari yang ada di atas angka rata-rata nasional.

Pada Juni 2020, inflasi di Kota Kendari tercatat 1,33%, adapun inflasi rata-rata nasional ada di angka 0,18%. Sebagaimana diketahui, inflasi terjadi salah satunya  karena adanya kenaikan permintaan atas barang dan jasa tertentu yang membuat hukum kenaikan harga terjadi. “Kebutuhan dasar 11.000 tenaga kerja itu saja sudah sangat besar,” kata Indra. 

Sejak hadirnya pabrik, sejumlah fasilitas seperti hotel dan supermarket di Kendari ramai didatangi pengunjung. Termasuk hadirnya restoran cepat saji dan juga minimarket yang mulai menjamur. 

Ekspor bahan baku

Geliat ekspor besi dan baja dari Sulawesi Tengah juga membawa angin segar bagi perekonomian nasional. Maklum saja, tidak semua produk ekspor mampu tampil prima saat wabah Covid-19 merajalela. Apalagi hampir semua sektor komoditas utama turun ekspornya, kecuali untuk logam dasar – khususnya besi dan baja – serta makanan.

Namun yang menjadi pertanyaan banyak pihak adalah, ekspor dari Pulau Celebes tersebut masih bersifat bahan baku atau dalam bentuk ore. Sehingga, nilai tambah yang dihasilkan dari hasil pengolahan bahan baku menjadi barang jadi tidak dinikmati oleh industri yang ada di Indonesia.  “Kalau diekspor ke China, yang menikmati adalah industri yang ada China. Kita hanya jadi pabrik bahan baku saja,” kata Mas Wigrantoro Roes Setiyadi, pengamat industri baja.

Mas Wigrantoro, yang juga pernah menjabat sebagai Presiden Direktur PT Krakatau Steel Tbk itu, menambahkan, ekspor baja seharusnya bisa bernilai tambah besar bagi pendapatan dan kas negara. Apalagi jika ekspornya dalam bentuk produk jadi. “Ada banyak ragam produk, itu mulai dari produk baja rumah tangga, otomotif, konstruksi, maupun infrastruktur,” jelas Mas Wig.

Paling tidak, ekspor juga bisa dalam bentuk produk setengah jadi dalam bentuk pelat, kawat, dan lainnya.   Untuk itu, Mas Wig berharap, ekspor dalam bentuk bahan baku secara bertahap harus dikurangi dan mengajak investor menambah investasi untuk industri hilirnya. 

Dengan demikian, Indonesia bisa menjadi negara yang menguasai industri baja dari hulu sampai hilir. Selain itu, produk yang dihasilkan juga bisa berdaya saing di dalam negeri maupun di pasat ekspor. Informasi yang kurang lebih sama juga disampaikan Ismail Mandry, Wakil Ketua Umum Indonesia Iron and Steel Industry (IISIA). Ismail bilang, kenaikan ekspor besi dan baja hanya terjadi untuk produk hulu saja. Kenaikan ekspor terjadi karena beroperasinya sejumlah pabrik pemurnian logam di Sulawesi tengah dan juga di Sulawesi Tenggara. “Penyebabnya itu, ada ekspor dari smelter tersebut,” kata Ismail. 

Adapun untuk sektor besi dan baja hilir, Ismail bilang, justru terjadi kondisi sebaliknya. Toh,  Ismail mengakui ada beberapa produk besi dan baja hulu yang ekspornya bagus meski tidak signifikan.   “Untuk ekspor pelat baja yang masih naik meski tak terlalu bagus. Produk yang lainnya rata-rata berat,” kata Ismail

Taufiek Bawazier, Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika, Kementerian Perindustrian, menyebutkan, ekspor tersebut memang dalam bentuk bahan dasar yang kemudian diolah di luar negeri. Hal itu terjadi karena industri dalam negeri yang belum siap. “Namun saat ini kami melakukan pendataan, agar nanti bisa membuat kebijakan industri yang bisa bermanfaat lebih luas bagi pelaku dalam negeri,” kata Taufik.                             u

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×