kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Emiten keramik mencari strategi bertahan


Selasa, 26 September 2017 / 06:28 WIB
Emiten keramik mencari strategi bertahan


Reporter: Dede Suprayitno | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - Bisnis industri keramik masih lesu. Dari data Kementerian Perindustrian, kapasitas produksi terpasang ubin keramik nasional sebanyak 580 juta meter persegi. Namun, konsumsi keramik di Indonesia hanya 350 juta meter persegi pada 2016. Artinya, penyerapan konsumsi keramik hanya sekitar 60%. 

Tak pelak, kondisi ini menjadi tekanan emiten keramik. PT Mulia Industrindo Tbk (MLIA) misalnya, terpaksa melepas anak usahanya yang bergerak di bidang keramik, PT Muliakeramik Indahraya, lantaran membebani kinerja keuangan MLIA. 

MLIA pun memilih fokus pada bisnis kaca lembaran, botol kemasan, glass block, dan kaca pengaman otomotif yang diklaim memiliki pertumbuhan cukup baik. Dalam keterbukaan informasi BEI, perusahaan ini yakin bisa memperbaiki kinerja keuangan agar tetap tumbuh.

MLIA mendivestasi anak usahanya kepada PT Eka Gunatama Mandiri yang merupakan pemegang saham utama perusahaan. MLIA menjual 799,2 juta saham PT Muliakeramik Indahraya dengan nilai nominal Rp 500 per saham. Angka tersebut setara dengan 99,9% dari seluruh saham yang telah ditempatkan dan disetor. Nilai transaksi ini sebesar Rp 425 miliar.

Reza Priyambada, Analis Binaartha Parama Sekuritas, mengatakan, pertumbuhan industri keramik sejalan dengan bisnis properti yang juga tengah melambat. Selain itu, persaingan industri keramik juga makin ketat. "Misalnya dengan PT Arwana Citramulia Tbk (ARNA) yang memasarkan produk kelas menengah bawah. Saat ini juga tengah menghadapi hal yang sama," ujar Reza kepada KONTAN, akhir pekan lalu. 

Menurutnya, strategi yang dilakukan MLIA adalah langkah menekan biaya. Pasalnya, pendapatan perusahaan juga belum membaik. 

Direktur Investa Saran Mandiri Hans Kwee juga bilang, industri keramik juga mendapat tekanan dari produk keramik Tiongkok. Selain itu, harga gas yang tinggi turut mendongkrak ongkos produksi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×