kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Gandeng perusahaan China dan Korea, konsorsium MIND ID akan bangun dua pabrik baterai


Selasa, 13 Oktober 2020 / 13:48 WIB
Gandeng perusahaan China dan Korea, konsorsium MIND ID akan bangun dua pabrik baterai
ILUSTRASI. Orias Petrus Moedak Dirut MIND ID


Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Konsorsium Badan Usaha Milik Negara (BUMN) akan mengerjakan dua proyek hilirisasi nikel untuk menjadi baterai. Perusahaan plat merah yang akan mengerjakannya adalah holding pertambangan MIND ID melalui PT Aneka Tambang Tbk (Antam), PT Pertamina (Persero) dan PT PLN (Persero).

CEO Group MIND ID Orias Petrus Moedak membeberkan, MIND ID dan Antam akan menangani sektor hulu tambang, kemudian produk tengah (intermediate) hingga ke hilir akan dikelola oleh Pertamina dan PLN. Saat ini ketiga BUMN tersebut sedang menyusun skema pembentukan holding PT Indonesia Batterai.

Menurut Orias, holding Indonesia Batterai tersebut nantinya akan menggandeng mitra dan membentuk Joint Venture (JV). Ada dua proyek hilirisasi nikel menjadi baterai yang akan dikerjakan konsorsium tersebut. 

Proyek tersebut rencananya akan terintegrasi dari hulu sampai hilir dengan memenuhi value chain industri domestik.

Baca Juga: Akibat pandemi Covid-19, penyelesaian proyek smelter Timah (TINS) mundur ke 2022

Saat ini, ada dua calon mitra yang sudah dijajaki, yakni perusahaan dari China dan Korea Selatan. Meski belum membuka identitas perusahaan yang dimaksud, namun Orias membocorkan bahwa nilai investasi dari hulu hingga hilir untuk kedua proyek baterai tersebut mencapai sekitar US$ 12 miliar.

"Dari hulu ke hilir, dari tambang sampai pada batterai pack, untuk dua perusahaan calon mitra. Sekitar US$ 12 miliar, jadi ada yang US$ 5 miliar, ada yang US$ 7 miliar, tergantung size-nya. Sedang dibicarakan, mudah-mudahan bisa segera tercapai," jelas Orias dalam webinar pemanfaatan nikel yang digelar Selasa (13/10).

Orias menyebut, sumber pendanaan kedua proyek tersebut akan dipenuhi melalui ekuitas para pemegang saham serta dari pinjaman perbankan. Dia berharap, ada perbankan domestik yang mau ikut mendanai proyek tersebut. Sebab jika tidak, maka pendanaan terpaksa akan ditutupi dari pinjaman global.

"Jangan sampai untuk mengembangkan ini (nikel menjadi baterai), perbankan tidak berpihak, itu akan sulit. Nanti mau nggak mau pinjam dari luar negeri. nanti jadi isu lain lagi kalau terlalu sering pinjam ke luar negeri," kata Orias.

Adapun, produk baterai dari kedua proyek tersebut utamanya ditujukan untuk keperluan kendaraan listrik (Electric Vehicle/EV) dan untuk penyimpanan energi listrik (storage) khususnya dalam melengkapi pemanfaatan energi surya.

Dalam paparannya, Orias menerangkan bahwa klaster EV baterai akan dibangun pabrik pengolahan nikel dengan metode High Pressure Acid Leaching (HPAL) dan Rotary Kiln Electric Furnace (RKEF). Pembangunan pabrik rencananya berlokasi di Maluku Utara atau Konawe Utara, dengan estimasi investasi mencapai US$ 3 miliar.

Yang jelas, Orias menegaskan pengembangan baterai berbasis nikel ini harus juga ditopang oleh industri dalam negeri yang menyerap produk hilirisasinya. "Dari kami mengharapkan, apa yang dikerjakan BUMN menyediakan sampai ke baterai, disambut juga dari sisi industrinya. Ini PR besar supaya jangan berhenti sampai baterai. Yang memanfaatkan baterai juga diproduksi, misalnya kendaraaan, produksi di dalam negeri," imbuhnya.

Jika industri tak mampu menyerap produk yang dihasilkan, maka ekspor ke pasar luar negeri menjadi tak terhindarkan. Kondisi ini, secara tidak langsung memberikan subsidi bagi pengembangan industri negara lain. 

"Bahasa kerasnya begitu kan, kalau kita menghasilkan sesuatu dengan harga yang tidak terlalu mahal di dalam negeri, kemudian di beli perusahaan luar negeri, itu sama saja memberikan subsidi secara tidak langsung," kata Orias.

Pada sisi yang lain, dari sisi pasokan nikel sebagai bahan baku, Orias mengungkapkan bahwa saat ini BUMN melalui MIND ID mengusai 30,4% cadangan nikel di Indonesia, yang dimiliki oleh Antam dan PT Vale Indonesia Tbk (INCO) yang 20% sahamnya sudah resmi diakuisisi oleh MIND ID.

Baca Juga: Usai beli 20% saham Vale (INCO), Mind Id masih gencar ekspansi dan garap proyek hilir

Penguasaan sumber daya nikel memang menjadi strategi BUMN untuk mengamankan bahan baku industri. Dalam transaksi akuisisi 20% saham INCO oleh MIND ID 7 Oktober 2020 lalu, Menteri BUMN Erick Thohir menyebut bahwa dengan memiliki saham terbesar kedua di INCO, MIND ID  memiliki akses strategis untuk mengamankan pasokan bahan baku untuk industri hilir nikel Indonesia. Baik untuk hilirisasi industri nikel menjadi stainless steel, maupun menjadi baterai kendaraan listrik.

Indonesia selama ini dikenal sebagai produsen dan eksportir nikel, bahan baku utama EV Battery, terbesar dunia yang menguasai 27% kebutuhan pasar global. 

"Ini juga langkah bagus untuk memperkuat value chain di Indonesia, serta pengembangan industri baterai untuk mobil listrik sebagai bagian proses transformasi sistem energi," kata Erick lewat keterangan tertulis, Rabu (7/10) lalu. 

Selanjutnya: Aneka Tambang (ANTM) buka opsi beli bijih nikel dari penambang rakyat

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Mastering Financial Analysis Training for First-Time Sales Supervisor/Manager 1-day Program

[X]
×