kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45922,49   -13,02   -1.39%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Harga beras terus melonjak, data pangan dianggap tidak sesuai


Jumat, 19 Januari 2018 / 07:51 WIB
Harga beras terus melonjak, data pangan dianggap tidak sesuai
ILUSTRASI. STOK BERAS MEDIUM BULOG


Reporter: Lidya Yuniartha | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Beberapa waktu terakhir, harga beras terus melonjak. Bahkan rata-rata harga beras, baik medium maupun premium berada di atas Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah.

Sementara itu, Kementerian Pertanian (Kemtan) mengklaim bahwa produksi padi Indonesia masih surplus. Berdasarkan data Badan Ketahanan Pangan (Kemtan), pada 2017, Indonesia masih surplus sekitar 17,6 juta ton.

Ichsan Firdaus, anggota Komisi IV DPR mengatakan, lonjakan harga yang tinggi ini menunjukkan adanya masalah di tingkat produksi. Sementara, dalam dua tahun terakhir Kemtan mengklaim tidak pernah melakukan impor untuk menambah stok beras karena produksi beras dalam negeri yang melimpah.

Melihat situasi yang terjadi saat ini, Ichsan menjelaskan, pemerintah tidak memiliki data yang benar terkait potensi kenaikan harga beras. Padahal, menurutnya dengan data yang ada, pemerintah sudah bisa memprediksi seperti apa kondisi yang akan datang.

“Seharusnya lonjakan harga tidak terjadi kalau pemerintah menyiapkan hal ini secara matang. Kematangan itu harus dengan data yang benar,” ujar Ichsan, Kamis (18/1).

Hal yang sama pun diungkapkan oleh Pengamat Pertanian, Khudori. Menurutnya, saat ini laporan produksi beras tidak sesuai dengan kenyataan. Padahal, menurutnya data pangan ini sangat penting sebagai dasar untuk mengambil keputusan serta untuk mengevaluasi kebijakan-kebijakan yang ada.

“Kalau data yang salah digunakan untuk membuat kebijakan publik, pengaruhnya sangat luas kepada masyakat. Ini bisa bahaya. Yang terkena bukan hanya satu, dua orang, tetapi banyak orang,” kata Khudori.

Khudori berpendapat, saat ini memang belum ada data yang benar-benar valid. Bahkan, dia bilang, sesuai dengan undang-undang data yang bisa dijadikan pedoman adalah data Badan Pusat Statistik (BPS). Masalahnya, lanjut Khudori, dalam dua tahun terakhir, BPS belum mengeluarkan data pangan lantaran adanya perubahan metode pengumpulan data.

Nantinya, bila BPS sudah mengeluarkan data produksi, kementerian sektoral mau mengoreksi data yang dimiliki, dan disesuaikan dengan data BPS. Dengan begitu, ke depannya pemerintah bisa mengambil kebijakan yang tepat. “Tidak perlu menyalahkan pihak manapun kalau memang ada yang salah, kan data tersebut sudah panjang ke belakang,” ujar Khudori.

Ichsan pun berpendapat, kementerian harus jujur dan terbuka dalam menyampaikan data sehingga tidak akan muncul lagi masalah seperti yang terjadi saat ini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×