Berita *Regulasi

Harga Tiket Masih Betah Mengangkasa

Kamis, 16 Mei 2019 | 22:57 WIB
Harga Tiket Masih Betah Mengangkasa

Reporter: Havid Vebri, Ragil Nugroho | Editor: Havid Vebri

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Lebaran sebentar lagi. Itu berarti, tradisi mudik siap bergulir. Meski begitu, sebagian calon pemudik yang menggunakan transportasi umum seperti pesawat sudah sibuk berburu tiket.

Depy Prasetyo, misalnya. Pegawai negeri sipil (PNS) ini berencana pulang kampung ke Ponorogo, Jawa Timur, dengan menumpang pesawat. Tapi, melihat harga yang tertera di sejumlah aplikasi pemesanan tiket online, ia memutuskan batal naik pesawat dan beralih menggunakan kendaraan pribadi. Saya sudah cek, sekitar H-7 (tujuh hari sebelum Lebaran) harga tiket ke Surabaya sekitar Rp 1,2 juta sampai Rp 1,3 juta per orang, ujarnya.

Sebenarnya, Depy lebih memilih pesawat dengan pertimbangan punya anak kecil. Sehingga, butuh moda transportasi yang bisa mengantarnya lebih cepat ke Ponorogo untuk berlebaran. Untuk mobilitas di kampung halaman, kebetulan ada kendaraan milik orangtuanya. Tapi, kalau kondisinya begini, harga tiket pesawat sangat mahal, ya, terpaksa pakai mobil sendiri, ungkap dia.

Kondisi serupa juga Wuriastuti alami. Mudik Lebaran ke Surakarta, Jawa Tengah, tahun ini terpaksa memakai kendaraan pribadi. Biasanya saya pakai pesawat, tapi harga tiket pesawat H-7 sudah di atas Rp 1 juta, mahal sekali, katanya.

Lebaran tahun lalu, dengan menggunakan maskapai yang sama, tiket di H-7 masih Wuriastuti peroleh dengan harga di kisaran Rp 600.000Rp 800.000. Ia pun tak sanggup bila harus menebus tiket pesawat di atas Rp 1 juta, lantaran harus mudik bersama suami dan dua anaknya. Berarti keluar Rp 5 juta sekali jalan, bebernya.

Ya, harga tiket pesawat yang sudah mahal sejak akhir Januari lalu semakin mahal di musim mudik Lebaran tahun ini. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, dari 82 kota di tanah air yang mereka pantau, ada 39 kota yang mengalami inflasi tarif angkutan udara pada April 2019. Kenaikan harga tiket kapal terbang tertinggi terjadi di Banjarmasin, mencapai 23% (lihat infografis).

harga tiket pesawat yang mahal terus menuai protes dari masyarakat. Misalnya, lewat petisi di situs Change.orgbertajuk Turunkan harga tiket Pesawat Domestik Indonesia. Hingga Kamis (9/5) sore, sudah lebih dari 1,06 juta orang meneken petisi tersebut.

Iskandar Zulkarnain, sang penggagas petisi, meminta Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi menurunkan harga tiket pesawat. Penerbangan domestik yang biasanya pergi pulang (PP) bisa di bawah Rp 1 juta, kini rata-rata di atas Rp 1 juta bahkan Rp 2 jutaRp 4 juta PP per orang, katanya dalam petisi.

harga tiket pesawat yang melambung sejak awal tahun memang belum juga terselesaikan. Padahal, pemerintah telah melakukan beberapa upaya untuk memaksa harga turun. Contoh, Kementerian Perhubungan (Kemhub) merilis regulasi baru yang mengerek tarif batas bawah penumpang pelayanan kelas ekonomi menjadi paling sedikit 35% dari tarif batas atas. Sebelumnya, tarif batas bawah minimal 30%.

Tak bisa intervensi

Bahkan, Menhub sempat mengancam mengeluarkan aturan yang mewajibkan perusahaan penerbangan menerapkan tarif bervariasi atawa subkelas. Artinya, dalam satu penerbangan, harga tiket yang maskapai jual beragam, dari yang termurah hingga tertinggi, sesuai tarif batas bawah dan atas yang kini berlaku.

Toh, bak anjing menggonggong kafilah tetap berlalu, maskapai tak gentar dengan ancaman Menhub tersebut. Meski Budi memberi tempo sepekan buat menerapkan tarif bervariasi, maskapai tetap tidak mematuhi permintaan itu sampai batas waktu habis. Lo, yang menetapkan tarif batas ambang, kan, Kemhub. Selama ini, kami tidak merasa pernah melanggar tarif batas atas, kok, tegas Bayu Sutanto, Ketua Penerbangan Berjadwal Asosiasi Perusahaan Penerbangan Nasional Indonesia (Inaca).

Padahal, kalau aturan main tarif bervariasi berlaku, maka harga tiket pesawat di kisaran tarif batas bawah bisa terbentuk. Sekalipun memang, porsinya sedikit dari total kursi yang maskapai jual. Tapi, penumpang masih bisa mendapat tiket dengan harga murah.

Dengan alasan tak bisa mengintervensi, Budi tidak jadi menerbitkan aturan tarif bervariasi. Saya mengharapkan, maskapai bisa menindak lanjuti esensi pasal-pasal pada aturan yang baru (Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 20 Tahun 2019 dan Keputusan Menteri No. KM 72/2019), sehingga kami tidak perlu membuat aturan yang kaku lagi seperti penerapan subclass, agar industri lebih independen namun tetap mengikuti aturan yang berlaku, sebutnya.

Menhub pun melempar bola panas tarif penerbangan. Sebab, menurut Budi, pembentukan harga tiket pesawat terutama Garuda Indonesia, ada di tangan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno. Saya ini, kan, regulator, yang berwenang membuat harga adalah BUMN, kilah dia.

Tapi, Menteri BUMN memastikan, juga tidak bisa mengintervensi Garuda Indonesia untuk menurunkan harga tiket. Itu ada cost structure (struktur biaya)-nya, ujar Rini.

Mengatasi polemik itu, Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Darmin Nasution pun turun tangan, dengan menggelar rapat koordinasi bersama Menhub dan Menteri BUMN, Senin (6/5) lalu. Darmin menginstruksikan Kemhub untuk mengatur kembali tarif batas atas dan bawah penerbangan. Kami diberi waktu seminggu untuk menetapkan tarif batas atas baru untuk kelas ekonomi, imbuh Budi.

Menko Perekonomian memang wajib turut campur. Soalnya, dampak kenaikan harga tiket pesawat mulai melebar ke mana-mana. Bukan cuma jumlah penumpang yang anjlok, sektor pariwisata juga terpukul. Dampak besarnya adalah, pertumbuhan ekonomi selama kuartal I 2019 cuma 5,07%.

Hengki Angkasawan, Kepala Biro Komunikasi dan Informasi Publik Kemhub, mengatakan, instansinya langsung menindaklanjuti perintah Menko Perekonomian, dengan mengevaluasi regulasi tarif batas atas dan bawah penerbangan. Bukan cuma layanan kelas ekonomi, juga full service. Sekarang sedang kami buat simulasi-simulasinya, ungkap dia.

Dalam evaluasi itu, salah satu opsi yang turut Kemhub kaji adalah penurunan tarif batas atas penerbangan. Kajian ini turut melibatkan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Dengan KPPU, sebenarnya lebih koordinasi, apakah kami berwenang mengevaluasi tarif batas atas, kata Hengki.

Yang jelas, sesuai amanat Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, Kemhub punya wewenang untuk menentukan tarif batas atas dengan mempertimbangkan kondisi masyarakat, termasuk daya beli. Menurut Hengki, penurunan tarif batas atas bisa efektif menekan harga. Pasalnya, jika maskapai layanan penuh (full service) menurunkan harga tiket, biasanya maskapai lain akan mengikuti.

Namun, Kemhub juga akan memastikan kisaran tarif masih ekonomis untuk industri penerbangan, meski tarif batas atas dipangkas. Hanya, Hengki belum bisa memastikan, kapan ketentuan mengenai tarif batas atas baru bisa terbit.

Meski begitu, Hengky mengungkapkan, sejatinya tidak ada yang maskapai yang melakukan pelanggaran, menyusul harga tiket pesawat yang mahal saat ini. Seluruh perusahaan penerbangan masih mematok tarif di bawah batas atas. Cuma memang, rata-rata maskapai menetapkan harga hingga mendekati tarif batas atas. Itu karena demand-nya juga turun, sehingga maskapai tetapkan tarif di batas atas, terangnya.

Siap ikut pemerintah

Hanya, sekali lagi Kemhub menegaskan, mereka tidak memiliki wewenang untuk mengintervensi maskapai menurunkan harga tiket. Yang bisa kami lakukan sebatas menerbitkan koridor tarif batas atas dan batas bawah, tegas Hengki. Toh, Kemhub berharap, harga tiket pesawat bisa lebih murah sebelum musim mudik tiba.

Pikri Ilham Kurniansyah, Direktur Niaga Garuda Indonesia, enggan berkomentar soal rencana penurunan tarif batas atas penerbangan. Cuma, Kami akan ikut saja, pemerintah yang punya regulasi, ucapnya.

Yang terang, Pikri memastikan, Garuda Indonesia tetap memberikan promosi harga tiket selama masa Lebaran. Program ini tentu tetap mematuhi tarif batas atas dan bawah sekaligus mengakomodasi kepentingan penumpang dari berbagai kalangan.

Senada, Bayu menyebutkan, langkah positif yang bisa maskapai lakukan adalah promosi yang tepat, bukan tarif subkelas. Strategi ini kami yakini bisa ikut membantu maskapai bertahan, imbuh Bayu.

Tapi, Bhima Yudhistira Adhinegara, Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef), bilang, sulit mengharapkan harga tiket pesawat turun menjelang Hari Raya Idul Fitri. Lantaran merupakan peak season, maka permintaan sangat tinggi.

Menurut Bhima, ada persoalan mendasar di balik harga tiket pesawat yang mahal, yakni dugaan kartel maskapai. Sebab, sekalipun harga avtur turun, harga tiket masih mahal. Padahal sebelumnya, maskapai berdalih, lonjakan harga tiket karena harga avtur tinggi.

Pelemahan kurs rupiah juga disebut-sebut sebagai alasan di balik mahalnya harga tiket pesawat. Tapi sekarang, nilai tukar sudah stabil. Jadi, Bhima menyatakan, sebetulnya tidak ada lagi alasan harga tiket masih mahal dan menyumbang inflasi sejak awal tahun. Jadi sebenarnya, masalah avtur dan kurs bukanlah sebab utama harga tiket naik yang selama ini disebut-sebut pemerintah dan maskapai, tegas dia.

Justru, Bhima melihat, ada dominasi dua grup maskapai yang mengendalikan harga tiket dan merugikan masyarakat. Karena itu, dugaan kartel tersebut harus diselidiki. Soalnya, kenaikan dan penurunan harga tiket selalu bersamaan.

Guntur Saragih, Komisioner KPPU, mengatakan, proses penyelidikan atas dugaan pengaturan harga tiket pesawat, dengan mengumpulkan bukti-bukti tambahan. Tapi, Belum ada progres, kata dia.

Inaca mempersilakan KPPU melanjutkan penyelidikan. Kalau kami inginnya persaingan di pasar penerbangan sehat. Kami terbuka dan siap bekerjasama dengan KPPU, ujarnya.

Hanya, kalau harga tiket masih mahal, era siapapun bisa terbang akan berakhir.

Terbaru