kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Hati-hati, makanan sehat belum tentu sehat


Jumat, 30 November 2018 / 15:43 WIB
Hati-hati, makanan sehat belum tentu sehat
ILUSTRASI. ilustrasi kesehatan Salad Buah


Sumber: Kompas.com | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kita seringkali menilai makanan berdasarkan labelnya. Misalnya, produk dengan label "gluten free", "organik" atau "tanpa lemak" langsung dianggap sehat.

Apalagi jika orang-orang di lingkungan kita mulai memengaruhi dan mengatakan makanan tersebut sehat. Apakah cara menentukan makanan sehat cukup dilihat dari labelnya?

Pakar nutrisi Nicole Granato dan Marissa Lippert mencoba membahasnya. Menurut Granato, hal ini berkaitan dengan sisi pemasaran produk. Ketika membaca label "tanpa lemak" atau "rendah kalori", konsumen bisa saja langsung membelinya karena menganggap makanan itu sehat.

Padahal, sehat bukan hanya membatasi asupan lemak dan kalori, tapi mengonsumsi makanan yang tepat untuk tubuh kita. Sementara, semua makanan yang sudah diproses dan dikemas, menurut dia sudah menjadi makanan buatan.

Banyak orang tertipu dengan klaim produk. Padahal faktanya, mengonsumsi makanan yang kaya akan lemak dan kalori sehat alami, justru bisa membuat tubuh tetap bugar dan sehat dalam jangka waktu panjang. Hal senada dikatakan Lippert.

Sebuah keripik kentang, misalnya, tak serta merta menjadi makanan sehat hanya karena memiliki label "gluten free" pada kemasannya. Granato menyarankan agar kita selalu memperhatikan bahan yang tertera pada kemasan. Ketika kita tidak mengenalnya, maka kita harus berhati-hati jika mau membeli produk tersebut, atau bahkan mungkin lebihai baik tidak membelinya sama sekali.

Dia mengaku sangat rajin membaca label bahan makanan yang tertera pada kemasan setiap kali ia berbelanja. Kebiasaan itu, menurut dia, membuat kita terbiasa memahami bahan-bahan mana yang tergolong garam atau bumbu tambahan yang ditambahkan ke dalamnya. "Kita harus memperhatikan kualitas makanan yang akan kita konsumsi, ketimbang hanya memercayai produk lewat labelnya," kata dia.

Yang harus dihindari, Lippert juga mengingatkan, agar kita tidak serta merta menilai sebuah menu makanan sehat tanpa memerhatikan porsinya. Ia mencontohkan jus, smoothie, atau semangkuk besar puding chia dengan banyak kacang-kacangan, granola, dan buah. Secara teori makanan tersebut memang sehat.

Namun jika porsi yang dikonsumsi besar dan gula yang terkandung di dalamnya cukup banyak, maka makanan tersebut belum tentu sesehat yang kita dibayangkan. "Cerdaslah menakar porsi makan kita, dan apa yang kita beli menjadi kunci dalam menjaga pola makan sehat," kata Lippert.

Sementara, Granato mengingatkan soal kandungan gula yang terkandung dalam sejumlah jenis minuman. Ketika mengonsumsi es teh, misalnya, pastikan minuman tersebut tak mengandung gula, pewarna atau pemanis buatan.

Hindari minuman berkarbonasi karena minuman tersebut mengandung asam tinggi dan bisa mengakibatkan sejumlah penyakit, seperti inflamasi, dan melemahnya sistem pencernaan. Hindari pula air dengan tambahan vitamin dan mineral. "Pilihlah air dengan alkali tinggi," ujar Granato. (Nabilla Tashandra)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul Hati-hati, "Makanan Sehat" Belum Tentu Sehat..

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Mastering Financial Analysis Training for First-Time Sales Supervisor/Manager 1-day Program

[X]
×