kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.347.000 0,15%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Indeks manufaktur naik, utilisasi produksi TPT malah turun di kuartal I 2021


Kamis, 15 April 2021 / 20:11 WIB
Indeks manufaktur naik, utilisasi produksi TPT malah turun di kuartal I 2021
ILUSTRASI. Kenaikan indeks manufaktur tidak dialami industri tekstil dan produk tekstil (TPT).


Reporter: Muhammad Julian | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Industri manufaktur berada dalam fase ekspansi. Hal ini tercermin dari indeks manufaktur yang dirilis oleh beberapa lembaga.

IHS Markit misalnya mencatat bahwa Purchasing Managers’ Index (PMI) manufaktur Indonesia pada bulan Maret 2021 mencapai 53,2 atau naik dari 50,9 pada Februari 2021. Indeks tersebut disebut-sebut sebagai posisi tertinggi dalam satu dekade pengumpulan data IHS Markit sejak April 2011.

Berikutnya, rilis Bank Indonesia (BI) juga menunjukkan bahwa Prompt Manufacturing Index Bank Indonesia (PMI BI) di kuartal I 2021 mencapai sebesar 50,01%. Sebelumnya, PMI BI kuartal IV 2020 yang sebesar 47,29%.

Meski begitu, momentum pemulihan sepertinya tidak dirasakan oleh seluruh sektor industri manufaktur. Sekretaris Jenderal Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Rizal Tanzil mengatakan, rata-rata utilisasi produksi industri tekstil dan produk tekstil (TPT) justru turun ke sekitar 60% di kuartal pertama tahun ini.

“Sebelumnya (utilisasi) di angka 70%75%,” kata Rizal kepada Kontan.co.id, Kamis (15/4).

Baca Juga: Pelaku industri TPT keluhkan kebijakan pemerintah yang condong pro-impor

Biang kerok penurunan utilisasi berasal dari pergerakan harga minyak bumi. Rizal bilang, kenaikan harga minyak bumi di kuartal I 2021 membuat biaya produksi sebagian rayon dan polyester naik.

Buntutnya, harga produk-produk turunan seperti serat, benang, kain, hingga  pakaian jadi atawa garmen pun ikut mengalami kenaikan. Sayangnya, kenaikan harga jual TPT tidak diimbangi oleh kenaikan daya beli yang terlalu signifikan, sehingga banyak produk yang tidak terserap oleh pasar.

“Pasar ada stagnasi, jadi otomatis kita juga enggak pake mesin terus full ya, daripada nanti produksi barang enggak keserap banyak, ya kita turunin dikit-dikit (utilisasi mesin produksinya),” kata Rizal.

Menurut Rizal, kunci pemulihan industri TPT bergantung pada ada tidaknya kesiapan pasar terhadap produk yang ada. Makanya, ia berharap daya beli pasar dan kegiatan ekonomi bisa meningkat seiring berjalannya program vaksinasi.

Berikutnya, faktor lainnya yang juga dinilai penting dalam pemulihan industri TPT adalah soal proteksi produk  dalam negeri dari produk impor. Rizal bilang, saat ini barang impor masih menguasai ceruk pasar yang cukup besar di pasar domestik.

Untuk produk garmen misalnya, Rizal mencatat, penguasaan pangsa pasar atawa market share produk impor di pasar domestik bisa mencapai 60%. Sebagian besar produk impor tersebut terutama berasal dari China.

Musabab dari dominannya penguasaan pangsa pasar produk impor dikarenakan selisih harga yang cukup besar. Untuk produk baju bayi misalnya, menurut catatan Rizal, selisih harga antara produk lokal dengan produk impor bisa mencapai 2-3 kali lipat.

“Kalau di online itu baju bayi (impor) itu bisa sekitar Rp 15.000-an, (baju bayi) lokal minimal Rp 50.000,” ungkap Rizal.

Makanya, ia berharap, pemerintah dapat memproteksi pasar dalam negeri. Hal ini menurut Rizal dapat ditempuh melalui penerapan non tariff barriers seperti pemberlakukan safeguard dan pemberlakukan kewajiban label SNI.

Selanjutnya: Makin terjepit, IKM tekstil minta pemerintah segera terapkan safeguard garmen

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×