kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.347.000 0,15%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Industri ritel, pretel


Senin, 30 Oktober 2017 / 15:45 WIB
Industri ritel, pretel


| Editor: Tri Adi

Industri ritel saat ini harus melakukan efisiensi. Kalau tidak, bersiaplah ajal menjemput. Seperti yang terjadi Seven Eleven, kelolaan  PT Modern Internasional Tbk.

Kemudian, Rabu (25/10) lalu, PT Mitra Adiperkasa Tbk (MAPI) mengumumkan  menutup Lotus Department Store dan Debenhams. Menurut pihak MAPI, tren belanja di dunia saat ini beralih dari department store ke gerai speciality store. Indonesia juga melihat pertumbuhan signifikan industri e-commerce.

Perusahaan ini mulai menggarap e-commerce lebih serius dengan meluncurkan gerai online Mapemall yang mengintegrasikan bisnis offline to online. MAPI mulai menjalankan restrukturisasi untuk terus mengembangkan bisnis di Indonesia, termasuk menutup gerai-gerai yang berkinerja jelek.

Sementara PT Matahari Department Store Tbk (LPPF) menutup dan merelokasi aktivitas sejumlah gerai. Lalu PT Ramayana Lestari Sentosa Tbk (RALS) juga menutup gerai di Blok M, Jakarta Selatan.

Sejatinya peralihan ke e-commerce juga masih tanda tanya. Mengingat pemain e-commerce sendiri banyak yang rontok. Sebut saja Cipika, milik Indosat Ooredoo, Foodpanda dan Rakuten atau XL Axiata ingin menjual Elevenia. Nah, ke manakah konsumen ritel tersebut?

Perpaduan pelemahan daya beli dan ada peralihan ke e-commerce sepertinya enjadi biang kerok. Ada konsumen yang berpindah ke e-commerce, terutama kelas menengah. Inilah pangsa pasar peritel seperti Lotus, Matahari atau Ramayana.

Sementara konsumen kelas atas masih eksis. Itu sebabnya peritel asing seperti Lulu, GS Supermarket, Central Department Store asal Thailand, Waikiki asal Turki, Lotte Mart, Kanmo Retail Group, Decathlon Group, Index Living Mall dan IKEA semakin merajalela di negeri ini. Peritel-peritel asing itu menyasar pembeli kelas atas yang daya belinya rada terganggu atau malas membeli barang dari luar negeri.

Menggarap segmen khusus sepertinya menjadi alternatif di zaman now. Contoh nyata terjadi di PT hero Supermarket Tbk (HERO). Di kuartal III-2017, pendapatan emiten ini Rp 9,9 triliun, turun 5% dibanding tahun sebelumnya Rp 10,4 triliun. Penyebabnya  penurunan penjualan makanan.

HERO tertolong oleh kinerja Guardian dan IKEA yang bermargin relatif tinggi. Sehingga di kuartal III-2017 membukukan laba bersih Rp 70 miliar pada sembilan bulan pertama 2017, naik dari Rp 45 miliar pada periode sama 2016.

Hanya saja, menggarap pasar khusus ini harus siap bersaing ekstra ketat. Pasarnya relatif terbatas.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP) Negosiasi & Mediasi Penagihan yang Efektif Guna Menangani Kredit / Piutang Macet

[X]
×