kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Ini emiten yang akan terkena dampak aturan minerba


Jumat, 13 Januari 2017 / 07:22 WIB
Ini emiten yang akan terkena dampak aturan minerba


Reporter: Hasyim Ashari | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

JAKARTA. Aturan baru bidang pertambangan mineral dan batubara (minerba) akan mempengaruhi kinerja emiten pertambangan tahun ini. Selain ekspor konsentrat, pemerintah juga membuka keran ekspor untuk mineral mentah jenis nikel dan bauksit.

Nikel yang bisa diekspor adalah nikel dengan kadar di bawah 1,7%. Produsen bisa mengekspor nikel asal sudah memenuhi kebutuhan dalam negeri minimal 30%. Sedangkan bauksit yang bisa diekspor berkadar di atas 42%.

Presiden Direktur PT Vale Indonesia Tbk (INCO) Nico Kanter menilai, pembukaan keran ekspor bijih nikel akan berdampak pada industri nikel di Indonesia. Apalagi, banyak smelter yang dibangun, bahkan ada yang sudah produksi, sejak pemerintah melarang ekspor bijih nikel.

Selain itu, aturan ekspor ini akan menyebabkan smelter-smelter yang ada di Indonesia kalah bersaing dengan smelter yang ada di China. Sehingga pembangunan smelter baru akan berhenti dan smelter yang sudah berproduksi akan terhambat, bahkan ada kemungkinan berhenti.

Sebab, pebisnis akan memilih mengolah bijih kadar rendah dari Indonesia di pabrik yang ada di China daripada membangun fasilitas baru di Indonesia. "Karena di sana infrastruktur telah tersedia," ujar Nico dalam keterangan pers, Kamis (12/1).

Dalam hal dibukanya ekspor bijih nikel, menurut Nico, yang menjadi kendala utama adalah isu pengawasan dan penegakan hukum. Sebab pada prakteknya, ekspor tidak hanya terbatas pada bijih nikel kadar rendah saja.

Jika hal ini terjadi, maka dapat dipastikan akan terjadi kelebihan pasokan dan pada akhirnya berdampak pada penurunan harga nikel secara signifikan.

Direktur PT Cita Mineral Investindo Tbk (CITA) Yusak Lumba Pardede menilai, pada dasarnya ia mendukung keputusan pemerintah membuka keran ekspor mineral mentah tersebut. "Kami prinsipnya mendukung," kata Yusak.

Sekadar mengingatkan, CITA hampir merampungkan pabrik pengolahan dan pemurnian bauksit menjadi alumina lewat PT Well Harvest Winning Alumina Refinery. Akhir Desember, penyelesaian pabrik mencapai 99,60%.

Kepala Riset Erdikha Elit Sekuritas Wilson Sofan mengatakan, dibukanya ekspor beberapa mineral bisa berdampak positif. Sebab sebelumnya emiten ini diwajibkan untuk membuat smelter dan itu membutuhkan dana.

"Jadi kalau dengan dikasih ekspor harusnya dampaknya positif," kata dia.

Bima Setiaji, analis NH Korindo Securities mengatakan, dibukanya ekspor mineral seperti tembaga dan nikel akan memberi keuntungan bagi emiten tambang, seperti PT Medco Energi Internasional Tbk (MEDC) lewat PT Newmont Nusa Tenggara yang menambang tembaga serta PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) dengan hasil tambang nikel.

Keluarnya aturan ini akan meningkatkan pendapatan ANTM karena bisa menjual produk sampingan berupa bijih nikel kualitas rendah. ANTM hanya memproses 40% bijih nikel karena kapasitas smelter emiten ini hanya 20 juta ton.

"Jika ANTM boleh ekspor kembali, maka pendapatan ANTM akan bertambah," kata Bima.

Tapi kebijakan ini bak pedang bermata dua. Dibukanya ekspor juga berpotensi membuat pasokan di pasar global melimpah. Hal ini akan menekan harga komoditas, yang ujung-ujung bisa membuat penjualan emiten merosot.

Asal tahu saja, kemarin per pukul 20.08 WIB, harga nikel kontrak pengiriman tiga bulan turun 1,3% ke US$ 10,045 per ton. Sehari sebelumnya, harga nikel sudah turun 4,1% jadi US$ 10.180 per ton.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×