kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45982,12   -8,25   -0.83%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Kemitraan nasi goreng mulai gosong


Rabu, 02 Januari 2013 / 11:23 WIB
Kemitraan nasi goreng mulai gosong
ILUSTRASI. Pemandangan Taman Merlion yang sebagian besar kosong di Singapura 31 Agustus 2021, di tengah gelombang wabah baru COVID-10. REUTERS/Edgar Su.


Reporter: Marantina, Noverius Laoli, Havid Vebri | Editor: Havid Vebri

Nasi goreng sudah menjadi makanan sejuta umat. Penyuka kuliner khas Indonesia ini mulai kalangan bawah hingga atas. Itu sebabnya, penjual nasi goreng dengan mudah bisa kita temui.

Pelbagai variasi menu nasi goreng disajikan untuk memenuhi selera para penikmatnya. Di tengah ketatnya persaingan, ternyata berbisnis nasi goreng agaknya sudah lagi  tak senikmat rasanya.

Setidaknya, begitulah hasil review sejumlah tawaran kemitraan nasi goreng yang sebelumnya sudah pernah diulas KONTAN. Beberapa di antaranya adalah Nasi Goreng 69, Nasi Goreng Baba Rafi, dan Nasi Goreng Borobudur. Nah, bagaimanakah kondisi usaha mereka saat ini? Berikut ulasan lengkapnya.

Nasi Goreng 69

KONTAN mengupas tawaran kemitraan Nasi Goreng 69 pada Januari 2011 lalu. Saat itu, usaha nasi goreng asal Sidoarjo, Jawa Timur ini sudah memiliki 16 cabang, dan jumlahnya bertambah menjadi 23 cabang di Juni 2011.

Dari ke-23 cabang itu, sebanyak empat gerai milik mitra. Sekarang, jumlah gerai Nasi Goreng 69 hanya naik tipis menjadi 24 cabang. Cabang tersebut tersebar di sejumlah kota, yakni Sidoarjo, Surabaya, Kediri, Madiun, Malang, Solo, dan Magelang.

Sartomo, pemilik Nasi Goreng 69, mengaku, saat ini sudah tidak lagi membuka tawaran kemitraan. Pasalnya, empat gerai milik mitra tidak berjalan seperti yang dia harapkan. Maka, awal 2012 lalu Sartomo memilih membeli semua gerai milik mitra dan mengelolanya sendiri.

Sartomo kini fokus membesarkan usaha nasi gorengnya dengan konsep restoran. Jadi, "Ada sejumlah gerai yang kecil-kecil saya tutup dan kemudian mendirikan gerai baru dengan konsep restoran yang lebih besar," ujarnya.

Setelah konsep restoran ini mapan, ke depan Sartomo berniat membuka tawaran waralaba Nasi Goreng 69 dengan konsep berbeda. "Saya ingin nanti membuka sistem franchise dengan mencari master franchise untuk setiap daerah," papar dia.

Untuk mempertahankan kualitas nasi goreng dan standardisasi rasa, Sartomo sudah memiliki resep bumbu yang harus dipakai di semua gerainya. Bumbu nasi goreng itu dibuat dalam kemasan sachet. Dengan begitu, semua citarasa Nasi Goreng 69 bisa seragam di seluruh wilayah.

Selain nasi goreng, Sartomo juga menjual menu lain, seperti chinese food, seafood, hot plate, dan aneka mi. "Nama usaha saya sekarang Nasi Goreng 69 Resto," ujar Sartomo berpromosi.

Sebelumnya, Nasi Goreng 69 menawarkan paket kemitraan dengan biaya investasi Rp 250 juta hingga Rp 300  juta. Selain itu, ada juga paket investasi berkonsep food court senilai Rp 115 juta, dan restoran Rp 180 juta.

Seluruh paket tersebut memiliki hak guna merek selama tiga tahun. Mitra juga mendapatkan pelatihan karyawan dan seragam karyawan.

Dalam kerjasama itu, kantor pusat memungut supporting fee dan royalty fee masing-masing sebesar 3% dari omzet. Untuk royalty fee mulai dipungut pada tahun kedua setelah usaha beroperasi.

Nasi Goreng Baba Rafi

Nasi Goreng Baba Rafi merupakan anak usaha dari Kebab Turki Baba Rafi yang cukup tersohor. Usaha nasi goreng ini mulai dirintis 2009, dan membuka tawaran kemitraa sejak Juli 2010.

KONTAN pernah menulis tawaran kemitraan Nasi Goreng Baba Rafi pada Juli 2010. Kala itu, usaha nasi goreng ini belum memiliki mitra. Sementara, gerai milik sendiri sudah ada enam yang tersebar di Jakarta dan sekitarnya.

Saat itu, Hendy Setiono, pemilik Baba Rafi, bilang, dia telah mengantongi 10 calon mitra. Tapi, setelah setahun lebih berselang, Nasi Goreng Baba Rafi hanya berhasil menggaet empat mitra.

Agung Prasetyo, Marketing Nasi Goreng Baba Rafi, mengatakan, saat ini pihaknya menutup peluang kemitraan nasi goreng tersebut. Sedang mitra yang sudah ada tetap menjalankan usahanya seperti perjanjian sebelumnya.

Untuk harga nasi goreng, Agus menuturkan, sampai sekarang belum ada kenaikan dibanding tahun lalu, yakni masih sebesar Rp 12.000 per porsi untuk nasi goreng lengkap dengan topping.

Namun, pada awal 2013 nanti, Nasi Goreng Baba Rafi berencana mengerek harga sekitar Rp 2.000 per porsi. "Belum pasti kenaikan harganya berapa, tapi yang pasti naik," kata Hendy.

Menurut Hendy, manajemen kini sedang fokus memperluas jaringan Kebab Turki Baba Rafi yang menjadi pionir bisnis Baba Rafi. Jadi, "Kami selalu mengarahkan calon mitra  yang ingin bekerjasama untuk nasi goreng ke kebab turki," ungkap Hendy.

Sebelumnya, Nasi Goreng Baba Rafi menawarkan paket kemitraan dengan nilai investasi sebesar Rp 45 juta untuk biaya membuka gerai nasi goreng. Tapi, biaya sebesar itu di luar sewa tempat.

Dalam kerjasama ini, mitra akan mendapatkan pelbagai fasilitas, seperti booth, perlengkapan memasak, survei lokasi, dan pelatihan karyawan. Baba Rafi tidak mengutip franchise fee maupun management fee.

Mitra yang membuka gerai Nasi Goreng Baba Rafi ditargetkan bisa meraup omzet Rp 350.000 per hari.

Nasi Goreng Borobudur

Nasi Goreng Borobudur berdiri sejak 2010 di Malang, Jawa Timur. Keunikan nasi goreng ini ada pada cetakannya yang membentuk stupa Candi Borobudur. Nasi Goreng Borobudur sudah menawarkan kemitraan sejak pertengahan 2010 lalu.

Tapi, hingga pertengahan tahun ini, usaha nasi goreng tersebut belum juga mendapatkan mitra. Haris, pemilik Nasi Goreng Borobudur, mengungkapkan, usahanya kini sedang vakum.

Haris menjelaskan, pemicunya bukan lantaran tidak memiliki mitra. Melainkan, konflik internal yang terjadi di dalam manajemen Nasi Goreng Borobudur.

Padahal, tahun lalu Haris sempat membuka cabang Nasi Goreng Borobudur di Kota Malang. "Dua gerai milik sendiri saat ini sedang vakum. Saya juga sedang mengurus bisnis lain," bebernya.

Sebelumnya, Nasi Goreng Borobudur mematok biaya kemitraan sebesar Rp 35 juta tanpa franchise fee ataupun royalty fee. Dari biaya investasi ini, mitra bakal memperoleh gerobak, empat meja dan 16 kursi, perlengkapan memasak, alat promosi, serta pelatihan karyawan.

Biaya investasi itu bahkan sudah termasuk stok bahan baku senilai Rp 2 juta untuk sepekan, dengan asumsi penjualan 50 porsi per hari. Ketika itu Haris menghitung, mitra bisa memperoleh 50 pembeli per hari.

Dengan jumlah konsumen sebanyak itu, mitra bisa mengantongi omzet sebanyak Rp 15 juta per bulan. Adapun target  balik modalnya setelah delapan bulan beroperasi.

Pilihan menu Nasi Goreng Borobudur antara lain nasi goreng ayam, nasi goreng sosis, dan nasi goreng istimewa. Harga setiap menu mulai Rp 7.000 per porsi - Rp 10.000 per porsi. Untuk menu harga Rp 10.000 khusus untuk porsi jumbo.

Dalam kerjasama ini, Haris bersedia memasok bumbu nasi goreng racikannya untuk para mitra yang membutuhkan. Sementara, untuk bahan baku pendukung, seperti sayur dan daging, mitra bisa membelinya sendiri.

Haris menjelaskan, usaha nasi gorengnya menyasar pasar mahasiswa dan pegawai kantoran. "Kalau mitra ingin membuka Nasi Goreng Borobudur, sebaiknya pilih lokasinya di sekitar kampus atau perkantoran," ucapnya.

Meski banyak penyukanya, usaha nasi goreng tak semudah yang dibayangkan.        

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Mastering Financial Analysis Training for First-Time Sales Supervisor/Manager 1-day Program

[X]
×