kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Kian panas, China membalas tarif impor Amerika Serikat


Rabu, 19 September 2018 / 01:50 WIB
Kian panas, China membalas tarif impor Amerika Serikat
ILUSTRASI. Bendera AS-China.


Reporter: Khomarul Hidayat | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - BEIJING. Hubungan dagang Amerika Serikat (AS) dengan China makin meruncing. Tak mau kalah gertak, China segera membalas langkah AS yang akan memberlakukan tarif impor pada barang asal China senilai US$ 200 miliar mulai 24 September nanti.

China mengumumkan balasan dan akan menambahkan produk-produk dari AS senilai US$ 60 miliar dalam daftar produk yang terkena tarif impor. Kebijakan ini juga akan mulai berlaku 24 September 2018.

Langkah balasan ini adalah eskalasi terbaru dalam perselisihan perdagangan yang semakin berlarut-larut antara dua negara dengan ekonomi terbesar dunia tersebut.

Pada Senin (17/9), pemerintah AS menyatakan akan mulai memungut tarif baru sebesar 10% pada sekitar US$ 200 miliar produk China pada 24 September, dengan tarif akan naik hingga 25% pada akhir 2018.

"China dipaksa untuk menanggapi unilateralisme dan proteksi perdagangan AS, dan tidak punya pilihan selain menanggapi dengan tarifnya sendiri," tulis Kementerian Keuangan China dalam sebuah pernyataan di situsnya seperti dikutip Reuters, Selasa (18/9).

China akan memberlakukan retribusi pada total 5.207 produk AS, mulai dari gas alam cair hingga jenis pesawat tertentu serta bubuk kakao dan sayuran beku, dengan tarif sebesar 5% dan 10% dari tarif yang sebelumnya diusulkan sebesar 5%, 10%, 20% dan 25%.

Sejauh ini, AS telah memberlakukan tarif senilai US$ 50 miliar produk asal China untuk menekan Cina agar melakukan perubahan besar pada perdagangannya, transfer teknologi dan kebijakan subsidi industri berteknologi tinggi.

China selalu membalas kebijakan AS trsebut. Tetapi beberapa analis dan pebisnis AS khawatir, China menggunakan langkah-langkah lain seperti menekan perusahaan AS yang beroperasi di China.

Dua negara itu sebetulnya secara trrbuka sudah menyatakan bahwa  mereka terbuka untuk pembicaraan. Nyatanya, perselisihan justru kian meruncing.

Lewat akun twitternya, Presiden AS Donald Trump menuduh China menargetkan pemilih pedesaan yang telah mendukungnya menjadi pemimpin AS, dengan memukul barang-barang pertanian.

"China telah secara terbuka menyatakan bahwa mereka secara aktif mencoba mempengaruhi dan mengubah pemilih kami dengan menyerang petani, peternak dan pekerja industri kami karena kesetiaan mereka kepada saya," tulis Trump.

Trump mengingatkan pada Senin lalu bahwa kalau China mengambil tindakan balas dendam terhadap petani atau industri AS, "Kami akan segera mengejar fase ketiga, yang tarifnya sekitar US$ 267 miliar impor tambahan."

Seorang pejabat senior pasar modal China mengatakan tindakan perdagangan AS akan gagal karena China memiliki banyak alat kebijakan fiskal dan moneter untuk mengatasi dampaknya. Pemerintah China juga telah meningkatkan belanja untuk infrastruktur.

“Presiden Trump adalah seorang pengusaha yang suka memukul, dan dia mencoba untuk menekan China agar dia dapat memperoleh konsesi dari negosiasi kami. Saya pikir taktik semacam itu tidak akan bekerja dengan China, ” tandas Fang Xinghai, Wakil Ketua Otoritas Pasar Modal China seperti dilaporkan Reuters.

Eskalasi tarif terbaru ini terjadi setelah beberapa putaran pembicaraan tidak menghasilkan kemajuan. Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin pekan lalu mengundang para pejabat top China untuk berdiskusi.

The Wall Street Journal melaporkan bahwa Beijing sedang mempertimbangkan mengirim Wakil Menteri Perdagangan Wang Shouwen untuk melakukan pembicaraan pada bulan ini dengan AS.

Kepala Perdagangan Uni Eropa mengatakan, masalah tarif antara As dan China harus diselesaikan melalui Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Uni Eropa dan AS sendiri telah menyatakan gencatan senjata dalam sengketa perdagangan ketika mereka bernegosiasi.

"Perang dagang tidak baik dan mereka tidak mudah untuk menang, dan eskalasi ini tentu saja sangat tidak menguntungkan," kata Komisioner Perdagangan Eropa Cecilia Malmstrom.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×