Berita *Regulasi

Kontainer (juga) Masuk Desa

Sabtu, 02 Maret 2019 | 08:00 WIB
Kontainer (juga) Masuk Desa

Reporter: Havid Vebri, Merlinda Riska, Ragil Nugroho | Editor: S.S. Kurniawan

KONTAN.CO.ID - Untuk memaksimalkan program tol laut, pemerintah terus melakukan evaluasi, baik dari sisi ketepatan jadwal, pelabuhan, konektivitas, biaya-biaya, hingga efektivitas dan efisiensi penggunaan ruang untuk muatan kapal. Termasuk juga, dampaknya terhadap disparitas harga barang.

Nah, fokus pemerintah tahun ini adalah memaksimalkan trayek yang sudah ada, biar bisa semakin menjangkau daerah terdepan, tertinggal, terluar, dan perbatasan. Apa saja terobosan pemerintah?

EMPAT tahun bergulir, program tol laut semakin banyak menjangkau daerah tertinggal, terpencil, terluar, dan perbatasan di Indonesia.

Mulai jalan akhir 2015, hingga kini sudah ada 18 trayek tol laut yang beroperasi. Dari 18 rute tersebut, 15 di antaranya merupakan trayek utama dan sisanya penghubung (feeder).

Setelah cukup gencar menambah trayek baru, tahun ini pemerintah mengerem laju ekspansi rute anyar. Wisnu Handoko, Direktur Lalu Lintas dan Angkutan Laut Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan (Kemhub), memastikan, bahwa tahun ini tidak ada penambahan trayek tol laut yang baru.

Keputusan tersebut sejalan dengan pemangkasan anggaran subsidi tol laut, dari sebelumnya Rp 447 miliar di 2018 menjadi tinggal Rp 222 miliar pada 2019. “Karena ada pengurangan biaya, kami lakukan efisiensi. Tidak menambah trayek atau kapal dulu,” ujar Wisnu.

Padahal sebelumnya, Kemhub berencana menambah tiga rute gres hingga menjadi 21 trayek tol laut pada tahun ini. Trayek baru tersebut merupakan rute penghubung dengan tujuan, biar subsidi pengangkutan yang pemerintah gelontorkan bisa efektif menekan harga barang di daerah tertinggal, terpencil, terluar, dan perbatasan negara kita.

Selain anggaran subsidi yang menciut banyak, pembukaan trayek penghubung menghadapi tantangan berupa keterbatasan peralatan bongkar muat di pelabuhan nonkomersial yang jadi tujuan kapal-kapal tol laut. Tentu, butuh biaya yang tidak sedikit buat peningkatan sarana dan prasarana di pelabuhan perintis tersebut.

Kendati tak ada penambahan trayek dan anggaran subsidinya pun dipangkas, Kemhub memastikan bakal terus mengembangkan program tol laut. “Itu sudah komitmen kami,” tegas  Kepala Biro Komunikasi dan Informasi Publik Kemhub Hengki Angkasawan.

Untuk memaksimalkan program tol laut, pemerintah pun terus melakukan evaluasi, baik dari sisi ketepatan jadwal, keandalan sarana prasarana pendukung di pelabuhan, konektivitas, biaya-biaya, hingga efektivitas dan efisiensi penggunaan ruang untuk muatan berangkat dan balik. Termasuk juga, dampaknya terhadap disparitas harga barang.

Dari evaluasi tersebut, Wisnu mengakui, pelaksanaan program tol laut memang belum maksimal. “Salah satunya, belum sepenuhnya menjangkau daerah T3P (terdepan, tertinggal, terluar, dan perbatasan),” ungkap Pelaksana Teknis Program Tol Laut ini.

Bagi-bagi kapal

Maka itu, fokus pemerintah tahun ini adalah memaksimalkan trayek yang sudah ada, biar bisa semakin menjangkau daerah T3P. Salah satu upaya yang pemerintah lakukan, pengadaan armada yang disesuaikan sama kondisi pelabuhan.

Sebab, misalnya, Kapal Logistik Nusantara I yang dibangun pemerintah tidak bisa bersandar di semua pelabuhan, gara-gara infrastruktur bongkar muat belum mendukung. Akhirnya, kapal itu hanya bisa melayani pengangkutan barang di pelabuhan-pelabuhan utama.

Alhasil, untuk pelabuhan penghubung, pemerintah membuat kapal feeder. Lalu, untuk bisa buang sauh di pelabuhan perintis, pemerintah mengadakan kapal perintis.

Sedang untuk masuk ke pelabuhan kecil, pemerintah membangun kapal pelayaran rakyat (pelra). Khusus kapal pelra, pemerintah pusat menghibahkan ke pemerintah daerah (pemda).

Tahun ini, Kemhub akan membagikan 100 kapal hasil pengadaan tahun-tahun sebelumnya untuk lebih menggairahkan tol laut. Selain ke pemda, pemerintah akan menyerahkan pengoperasian kapal tersebut ke badan usaha milik negara (BUMN) dan swasta yang jadi operator tol laut.

Upaya lain pemerintah untuk memaksimalkan program tol laut adalah mendorong angkutan logistik tol laut sampai ke tangan konsumen langsung (end to end). Bukan hanya dari pelabuhan ke pelabuhan (port to port) saja seperti yang selama ini berlangsung.

Untuk itu, Kemhub menggagas program kontainer masuk desa. bekerjasama dengan Maritime Research Institute (Marine Nusantara). “Kami terus rapat koordinasi mematangkan program ini. Insya Allah pertengahan Maret nanti bisa jalan,” kata Muhammad Makbul, Direktur Marine Nusantara.

Lewat program kontainer masuk desa, Makbul mengharapkan masyarakat bisa merasakan harga barang yang terjangkau. Di awal implementasinya, program itu akan fokus pada salah satu desa di pulau terluar Indonesia, yaitu Desa Essang di Kabupaten Kepulauan Talaud, Sulawesi Utara. Tahap selanjutnya, ke daerah Memberamo dan Boven Digoel di Papua.

Dalam skema end to end tersebut, pengguna jasa tol laut  adalah desa. Misalnya, desa membeli semen melalui badan usaha milik desa (BUMDes), lalu dijual ke masyarakat dengan harga lebih murah dan juga untuk memenuhi kebutuhan infrastruktur.

“Kami akan gunakan produk kontainer baru, yakni kontainer mini yang bisa digunakan ke pulau terkecil, pelabuhan kecil, bisa masuk desa,” jelas Makbul.

Selain kontainer masuk desa, pemerintah berencana melakukan pembenahan lewat program digitalisasi tol laut. Tujuannya, untuk mencegah praktik monopoli barang yang disinyalir masih terjadi di daerah-daerah yang disinggahi kapal-kapal tol laut, sehingga keberadaan barang bisa dilacak.

“Upaya meningkatkan layanan digitalisasi di pelabuhan dilakukan lewat optimalisasi aplikasi Inaportnet,” kata Wisnu.

Menurut Makbul, penerapan digitalisasi tersebut merupakan hasil evaluasi dari riset Marine Nusantara pada 2017 lalu. Dalam riset ini terungkap, banyak perusahaan ekspedisi nakal yang membajak program tol laut.

Dalam arti, mereka membeli sebanyak-banyaknya kontainer kapal untuk kemudian dijual kepada pengusaha kecil dengan harga lebih mahal. Contoh, mereka memesan 10 kontainer, sementara barangnya hanya lima kontainer.

Nah, yang lima ini dijual lagi ke pedagang kecil. “Itulah yang kami sebut membajak program tol laut,” ungkap Makbul.

Marine Nusantara lalu melaporkan hasil riset itu ke Kemhub sehingga muncul digitalisasi layanan. “Harapannya, tidak ada lagi monopoli kontainer, sebab dengan sistem digital,  semuanya harus jelas dan kelihatan barangnya,” ucap Makbul.

Depo Gerai Maritim

Terobosan lain, memaksimalkan tingkat keterisian kapal yang kembali dari kawasan timur Indonesia (KTI). Menurut Hengki, untuk mengatasi masalah tersebut, Kemhub terus meningkatkan sinergi dan kerjasama dengan kementerian dan lembaga terkait.

Contohnya, mengembangkan gudang distribusi bersama BUMN agar pasokan logistik terus tersedia.

Kemhub juga terus melakukan sosialisasi dan pembinaan program tol laut secara berkesinambungan kepada pemda, BUMN, asosiasi pelayaran, operator penyelenggara tol laut, serta stakeholder.

Kegiatan ini berjalan secara sinergi bersama dengan kementerian dan lembaga lain, seperti Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, Kementerian Perdagangan (Kemdag), dan Badan Nasional Pengelola Perbatasan.

Memang, kata Makbul, untuk mengatasi tingkat keterisian kapal yang rendah, tidak bisa hanya Kemhub yang melakukan seorang diri. “Butuh sinergisme antarlembaga,” katanya.

Wewenang Kemhub ada di pengadaan kapal, trayek, subsidi, dan pengembangan pelabuhan.  Untuk menggenjot muatan balik kapal, wewenangnya ada di Kemedag, Kementerian Pertanian, serta Kementerian Kelautan dan Perikanan. “Juga butuh dukungan dari pemda setempat,” imbuh Makbul.

Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita memastikan, kementeriannya tidak berdiam diri. Kemdag terus berkoordinasi dengan pemda untuk melakukan pendataan, pemantauan dan evaluasi jenis, jumlah, serta harga barang dari dan ke daerah yang masuk program tol laut. “Termasuk, mengatur jenis barang selain kebutuhan pokok dan penting yang bisa diangkut dalam tol laut,” kata dia.

Kemdag juga menyiapkan sembilan Depo Gerai Maritim untuk sarana distribusi barang komoditas, terutama untuk menjaga stabilitas dan menurunkan disparitas harga kebutuhan pokok.

“Depo ini bisa digunakan untuk tempat penyimpanan sementara barang setelah turun dari kapal dan menampung produk unggulan daerah yang akan diangkut jadi muatan balik sebelum dimuat di kapal,” jelas Enggar.

Depo Gerai Maritim berlokasi di Kabupaten Wakatobi, Kepulauan Aru, Lembata, Sabu Raijua, dan Mimika. Lalu, Kepulauan Yapen, Tidore Kepulauan, Fakfak, Teluk Wondama.

Tentu, bukan pekerjaan ringan memaksimalkan program tol laut yang sudah berjalan. Perlu kerja, kerja, kerja.

Terbaru