kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,20   -16,32   -1.74%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Menakar prospek Astra Agro Lestari (AALI) saat harga CPO tumbang


Jumat, 01 Maret 2019 / 06:10 WIB
Menakar prospek Astra Agro Lestari (AALI) saat harga CPO tumbang


Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bisnis emiten produsen minyak sawit mentah atawa crude palm oil tahun ini sepertinya masih tertekan. Harga komoditas CPO masih terhitung rendah.

Sepanjang Februari ini, harga CPO di Malaysian Derivative Exchange merosot. Kemarin, harga CPO kontrak pengiriman Mei 2019 ditutup di level RM 2.121 per ton. Ini merupakan harga terendah CPO tahun ini. Sekadar info, di awal tahun ini harga CPO sempat bertengger di atas RM 2.330 per ton.

Kondisi ini tentu mempengaruhi kinerja emiten sawit, termasuk PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI). Tak heran, harga saham emiten perkebunan ini terus merosot.

Pada perdagangan kemarin, saham AALI ditutup di harga Rp 12.400 per saham. Buat perbandingan, di akhir Januari, harga AALI masih Rp 14.000 per saham. Jadi, harga saham ini sudah turun 11,43% sepanjang Februari.

Meski begitu, analis masih yakin harga CPO bisa kembali menguat. Menurut hitungan analis Ciptadana Sekuritas Yasmin Soulisa, harga rata-rata CPO sepanjang tahun ini akan berada di level RM 2.300 per ton.

Ada beberapa faktor yang bisa mendorong harga CPO kembali naik. Pertama, ada kemungkinan produksi CPO tahun ini lebih rendah dibanding tahun lalu. Kondisi ini akan membantu mengurangi beban tingkat persediaan CPO yang cukup tinggi.

Kedua, secara historikal, permintaan CPO akan meningkat di bulan Ramadan hingga hari raya Idul Fitri. Tahun ini, Ramadan dan Idul Fitri jatuh pada kuartal II. Karena permintaan di periode tersebut bertambah, harga CPO berpotensi naik.

Ketiga, katalis positif dari program B20 yang dicanangkan pemerintah. Analis MNC Sekuritas Krestanti Nugrahane Widhi menilai, kebijakan pemerintah mewajibkan penggunaan campuran biodiesel dalam bahan bakar hingga 20% akan mendorong konsumsi CPO Indonesia.

Alokasi volume pengadaan biodiesel untuk pelaksanaan program tersebut mencapai sebesar 6,20 juta kiloliter. "Hal ini akan menjadi katalis positif bagi AALI, kata Krestanti, Kamis (28/2).
Keempat, negosiasi pajak impor yang lebih rendah dengan India sebagai tujuan ekspor minyak kelapa sawit terbesar di Indonesia. India kabarnya memperluas kebijakan tersebut tidak hanya untuk Malaysia, tapi juga dengan negara Asia Tenggara lain (ASEAN).

Dengan asumsi harga CPO bisa menguat, analis memprediksi kinerja AALI tahun ini akan positif. Apalagi, emiten sawit ini juga sudah menerapkan sistem teknologi informasi (TI) berbasis aplikasi dalam proses produksi.

Pengembangan sistem TI ini diharapkan mampu menjadi solusi bagi AALI, termasuk dalam hal efisiensi. Sistem ini antara lain diharapkan bisa mengatasi masalah pada antrean tandan buah segar (TBS) yang masuk dari perkebunan sebelum diolah.

Bila efisiensi berhasil, analis menargetkan laba bersih AALI bisa membaik. Sekadar informasi, sepanjang 2018 lalu, AALI sukses meraup pendapatan Rp 19,08 triliun, naik sekitar 10,28% dari pendapatan di 2017.

Tapi laba yang dapat diatribusikan ke pemilik perusahaan justru turun dari Rp 1,97 triliun di 2017 menjadi Rp 1,44 triliun tahun ini. "Ini akibat peningkatan biaya pendanaan," tutur Krestanti.

Biaya pendanaan AALI antara lain naik karena kenaikan bunga pinjaman bank. Di 2017, AALI menanggung bunga pinjaman bank Rp 94,34 miliar. Tapi di 2018, bunga bank mencapai Rp 214,20 miliar.

Toh, Yasmin memprediksi pendapatan AALI masih bisa tumbuh menjadi Rp 21,85 triliun tahun ini. Sementara laba bersihnya akan tumbuh tipis, sekitar 4,6%, menjadi Rp 1,52 triliun, dengan asumsi harga CPO bergerak positif.

 Krestanti memprediksi harga CPO tahun ini akan bergerak di kisaran RM 2.300-RM 2.500 per ton. Meski begitu, ia tidak menampik ada kemungkinan harga CPO terkoreksi lebih rendah. "Ini memang menjadi salah satu risiko bagi industri kelapa sawit. Persediaan meningkat tetapi tidak ada pembelinya, sehingga harga CPO turun," beber dia.

Yasmin masih memasang rekomendasi beli untuk AALI. Ia menilai saham ini merupakan salah satu saham unggulan di sektor perkebunan. Yasmin mematok target harga AALI di Rp 16.600 per saham.

Sementara Krestanti merekomendasikan hold AALI dengan target harga Rp 14.125 per saham. Analis Mirae Asset Sekuritas Andy Wibowo Gunawan juga memberi rekomendasi hold untuk AALI, dengan target harga Rp 11.800 per saham. nKrestanti memprediksi harga CPO tahun ini RM 2.300-RM 2500 per ton.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×