kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45936,64   8,28   0.89%
  • EMAS1.335.000 1,06%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%
KOLOM /

Mengail cuan dari saham dengan PER rendah


Senin, 11 Maret 2019 / 14:49 WIB
Mengail cuan dari saham dengan PER rendah


Reporter: Harian Kontan | Editor: Tri Adi

Salah satu kiat memilih saham berdasar metode analisis fundamental secara sederhana adalah memilih saham-saham murah dengan price earning ratio (PER) lebih kecil atau sama dengan 5 kali dan/atau price book value (PBV) lebih kecil atau sama dengan 1 kali. Pada kesempatan kali ini penulis mencoba membuat pengamatan kecil untuk mengetahui benarkah PER lebih kecil atau sama dengan 5 kali bisa menghasilkan return superior?

Karena keterbatasan tenggat waktu, penulis tidak menyertakan pemilihan berdasarkan PBV kali ini. Lagipula bila memakai kriteria PER dan PBV, kemungkinan besar saham yang didapat lebih sedikit, sehingga diversifikasinya agak kurang.

Dalam hal ini investment universe yang diselidiki adalah Indeks Kompas 100, agar mendapatkan lebih banyak pilihan saham tanpa meninggalkan faktor likuiditas dan sejauh mungkin menghindari saham gorengan. PER dihitung berdasarkan earning per share (EPS) historis empat kuartal terakhir dengan data berasal dari www.infovesta.com.

Periode pengamatan yakni sepanjang 2014 hingga akhir 2018, dibagi per tahun. Indeks Kompas 100 per tanggal 30 Desember 2013 dijadikan patokan awal untuk saham yang dipegang sepanjang 2014 dan tidak ada pergantian saham di tengah-tengah tahun walaupun isi portofolio Indeks Kompas 100 berganti.

Saham diurutkan berdasar PER terkecil hingga terbesar. Kemudian saham dengan PER negatif dibuang dan diambil saham-saham dengan PER lebih kecil atau sama dengan 5 kali. Kenaikan harga setiap saham yang memenuhi klasifikasi selama periode tahun tersebut dihitung, tanpa menghitung dividen dan biaya transaksi broker.

Bila jumlah saham terpilih lebih dari satu, maka dihitung pula return portofolio gabungan dengan pembobotan yang sama (equal weighted). Perhitungan diulang untuk tahun–tahun berikutnya, sehingga terkumpul data selama lima tahun.

Hasil pengamatan sepanjang 2014 keluar empat saham dengan PER lebih kecil atau sama dengan 5 kali, yaitu PTRO, ANTM, INKP dan SSIA. PER tiap saham berturut-turut 3,67 kali, 3,83 kali, 3,92 kali dan 4,10 kali. Return saham-saham tersebut sepanjang 2014 masing-masing -19,6%, -2,3%, -254% dan 91,1%. Jadi, hanya satu saham yang mencetak cuan, yaitu SSIA. Tapi tunggu dulu! Setelah dirata-rata dengan bobot yang sama, return portofolio keempat saham ini mencapai 11,0%.

Tahun 2015 bukan tahun yang menggembirakan bagi investor yang memakai metode ini. Hanya satu saham saja yang masuk klasifikasi, yaitu INKP dengan PER 2,74 kali. Di 2015, saham ini rugi 8,61%. Tapi, harga INKP awal 2015 di Rp 1.045. Kalau investor beli saat itu dan pegang sampai saat ini, cuan yang diperoleh besar.

Di 2016 ada tiga saham yang masuk kriteria, yaitu INKP, ITMG dan SMDR, dengan PER 1,66 kali, 3,93 kali dan 4,14 kali. Return masing-masing 0%, 194,8% dan 11,4%. Return rata-rata portofolio 68,7%.

Sampai sini apakah pembaca sudah mendapatkan feeling? Kalau belum, kita lanjutkan ke 2017. Kali ini ada empat saham yang masuk kriteria, yaitu INKP dengan PER 3,11 kali, SMSM yang PER-nya 3.18 kali, GJTL dan APLN dengan PER masing-masing 3.66 kali dan 4.93 kali. Return masing-masing saham 465,4%, 28,1%, -36,4% dan 0%, sehingga return rata-rata portofolionya 114,3%.

Tahun lalu hanya tersortir dua saham, yaitu SSIA dan MEDC, dengan PER masing-masing 2,06 kali dan 4,26 kali. Return masing-masing saham -2.9% dan -23.0%. Untuk kedua kalinya dalam lima tahun, investor yang menggunakan metode ini kembali mengalami kerugian. Kali ini ruginya 13%.

Rekapitulasi kinerja portofolio yang disusun menggunakan metode PER kurang dari atau sama dengan 5 kali dalam lima tahun terakhir menghasilkan rata–rata return aritmatika 34,5% per tahun. Ini didapat dari menjumlahkan kelima data return portofolio, kemudian hasilnya dibagi 5.

Sedang rata-rata return geometrika (compunding) mencapai 26,1% per tahun. Ini didapat dengan menghitung secara bunga berbunga, alias dana awal yang kita investasikan diinvestasikan kembali beserta keuntungan atau kerugian.

Mungkin sebagian pembaca menganggap return 26,1% per tahun compounding tersebut biasa saja. Namun sesungguhnya, return sebesar itu termasuk guedhe, lo. Seumpama Anda berinvestasi Rp 100 juta saja lima tahun yang lalu, maka dana anda sudah menjadi Rp 319.026.270. Nah, sudah dapat feeling belum sekarang?

Agar tulisan ini tidak menjadi teori doang, penulis akan memaparkan juga hasil pengamatan tahun ini. Berdasarkan data tahun ini, ada lima saham yang masuk kriteria, yakni BUMI, INDY, APLN, WSKT dan DOID. PER masing-masing saham berturut-turut 1,48 kali, 1,61 kali, 2,58 kali, 4,53 kali dan 4,76 kali.

Kinerja saham-saham tersebut dari awal tahun hingga 6 Maret lalu masing-masing 43,7%, 27,4%, 17,1%, 12,8% dan 11,4%, dengan return gabungan 35,6% sejak awal tahun, seiring kenaikan IHSG 4,25% dan Indeks Kompas 100 naik 3,98% di periode yang sama. Terlihat jelas return superior metode ini berkali-kali lipat dari indeksnya. Bila Anda melanjutkan investasi dengan dana Anda tadi, maka hasil per akhir 6 Maret 2019 uang Anda bertengger di Rp 432.494.528 menggunakan return riil 2019.

Pembaca perlu mencermati dan ingat bahwa metode ini berdasar kajian hanya lima tahun dengan data historis yang belum tentu terulang, sehingga tetap mengandung potensi risiko kerugian. Namun ada baiknya mencoba berinvestasi dari sedikit dan mendasarkan pada pengamatan yang masuk akal, bukan hanya berdasarkan klaim yang sering menggema secara sepihak dari aktor yang mengaku pemburu ARA (auto reject atas) alias ARA hunter, tapi enggak bisa dibuktikan.

Parto Kawito
Direktur PT Infovesta Utama

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×